21 Rumah di KM 28 Loa Janan Rata dengan Tanah, Warga Batuah Tuding Perusahaan Tambang Biang Bencana

Wawancara Mudaili salah satu korban longsor di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara/ Beri.id

BERI.ID – Sebanyak 21 rumah, satu masjid, dan akses jalan nasional di Dusun Tani Jaya, KM 28, Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, rusak akibat longsor yang terjadi bertahap sejak Januari hingga Mei 2025.

Warga menuding aktivitas pertambangan batu bara oleh PT Baramulti Suksessarana (PT BSSR) sebagai penyebab utama ketidakstabilan tanah yang memicu bencana itu.

Longsor pertama terjadi pada 24 Januari 2025 dan merusak enam rumah serta satu masjid.

Dalam dua bulan berikutnya, longsor susulan terus terjadi, hingga puncaknya pada 13 Mei lalu.

Jumlah rumah terdampak kini mencapai 21 unit, sejumlah rumah bahkan sudah rata dengan tanah, sementara sebagian lainnya hanya bisa ditinggali dengan rasa waswas.

“Ini bukan cuma soal rumah yang rusak. Ini soal kami, orang yang tinggal di dalamnya. Kami minta dibantu sama pemerintah dan perusahaan. Tidak bisa terus tingga di dalam rumah, takut ambruk lagi” kata Mudaili salah satu korban longsor yang diwawancara pada Senin (2/6/2025).

Mudaili menilai aktivitas tambang PT BSSR yang berada kurang dari 500 meter dari pemukiman sebagai pemicu utama longsor.

Berdasarkan hasil tinjauan Komisi III DPRD Kaltim, jarak operasi tambang sangat dekat dengan permukiman dan diduga melanggar aturan dalam Permen LH No. 4 Tahun 2012, yang menetapkan minimal 500 meter jarak antara lubang tambang dan kawasan hunian.

Kemudian, hasil kajian dari tim Universitas Mulawarman menunjukkan daerah yang longsor berada di atas zona tanah lunak jenuh air, yang dipengaruhi oleh keberadaan kolam air di sekitar area hauling PT BSSR.

Kolam itu diduga terbentuk dari genangan air yang mengalir dari area disposal yang ditimbun di atas tanah resapan.

“Dulu nda ada pernahkolam di sana. Kenapa ada tambang, tiba-tiba ada kolam besar. Setiap hari air terus mengalir ke arah rumah kami,” lanjut Mudaili.

Warga menyebut pelanggaran lain terletak pada pengelolaan disposal tambang yang dilakukan di lahan rawa dan dekat permukiman.

Praktik itu dinilai menyalahi standar keselamatan pertambangan karena bisa memicu longsor jika tidak mengikuti kajian geoteknik secara ketat.

Aliansi Rakyat Tani Jaya Bersatu mendesak pemerintah melakukan audit penuh terhadap praktik pertambangan PT BSSR.

Hal itu karna survey geolistrik yang dilakukan tim Unmul mengidentifikasi keberadaan zona tanah jenuh air, jenis lempung plastis yang mudah mengembang dan menyusut.

Menurutnya, kondisi itu juga diperparah dengan hujan deras dan getaran dari alat berat tambang.

Hingga kini, warga desa batuah menilai pemerintah desa dan kecamatan tidak berpihak pada mereka.

Menurut mereka, sejak bencana pertama, tidak ada evakuasi dan tidak ada bantuan darurat yang memadai.

Mudaili menjelaskan posko bantuan baru muncul setelah warga mengadu ke media dan menggelar aksi unjuk rasa.

Padahal warga sudah lama tinggal di tenda seadanya tepat di depan rumah mereka yang nyaris ambruk.

“pertama pas longsor nda ada pejabat yang datang. Setelah ramai ramai baru mereka datang. Tapi hanya lihat-lihat saja,” tambahnya.

Warga desa Batuah berharap pemerintah daerah dan pihak perusahaan PT BSSR hadir untuk memberikan solusi nyata.

Ia meminta agar jika memang harus pindah, disediakan tanah dan rumah yang layak.

“Pokoknya kami sudah tak bisa apa-apa. Kami minta bantuan dari pemerintah maupun perusahaan. Jangan cuma pinjamkan tanah, tapi relokasi kami sekalian dengan rumahnya,” pungkasnya. (len)

Editor: Pratama