JAKARTA – Duka mendalam kembali menyelimuti dunia pendidikan pasca pemberlakuan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) akibat pandemi covid-19. Seorang siswa salah satu SMP di Tarakan ditemukan meninggal bunuh diri didalam kamar mandi rumahnya.
Peristiwa pelajar kehilangan nyawa karena kesulitan dalam PJJ ini adalah kejadian yang ke tiga, setelah sebelumnya kejadian yang sama terjadi di Kabupaten Gowa, pelajar yang berusia 17 tahun ditemukan bunuh diri akibat depresi menghadapi tugas-tugas sekolah yang menumpuk dan pada September lalu ditemukan seorang siswa SD berusia 8 tahun yang tewas setelah dianiaya orang tuanya dengan dalih sulit untuk diajari.
Rangkaian peristiwa tersebut membuat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angkat bicara. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam keterangan resmi nya mendorong Kemdikbud, Kemenag RI, Dinas pendidikan di daerah serta Kantor Wilayah Kementrian untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap PJJ pada fase kedua yang sudah berjalan selama 4 bulan.
“Tidak ada kasus bunuh diti siswa, bukan berarti sekolah atau daerah lain PJJ nya biasa saja. Bisa jadi kasus yang mencuat ke publik merupakan gunung es dari pelaksanaan yang bermasalah dan kurang mempertimbangkan kondisi psikologis anak, tidak didssari kepentingan terbaik bagi anak” ujar Retno dilansir dari Media Indonesia.
Menindaklanjuti peristiwa bunuh diri siswa di Tarakan, KPAI mendorong Pemda Tarakan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) serta P2TP2A Tarakan untuk memberikan layanan rehabilitasi psikologi pada ibu korban maupun saudara kandung jika dibutuhkan keluarga korban.
KPAI juga menjelaskan bahwa pada minggu ketiga di bulan November mendatang, KPAI akan menyelenggarakan rapat koordinasi nasional untuk membahas hasil pengawasan bidang pendidikan selama pandemi, mulai dsri persoalan PJJ sampai persiapan buka sekolah.
“Rakornas ini akan melibatkan seluruh stake holder pendidikan, Kemdikbud, Kemenag termasuk perwakilan sekolah” tutupnya. (AS)