SAMARINDA – Sebagai kawasan hutan terluas di Indonesia. Kalimantan Timur punya peluang besar meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor hutan.
Berdasarkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kaltim No 01 tahun 2016. Hutan Kaltim dari fungsi kawasan terdiri dari Luas Kawasan Hutan Suaka Alam : 438.390 Ha, Luas Hutan Lindung : 1.844.969 Ha, Luas Hutan Produksi Terbatas : 2.908.256 Ha, Luas Hutan Produksi Tetap : 3.027.099 Ha, Luas Hutan yang di Konservasi : 120.437 Ha, Areal Pengunaan Lain : 4.299.785 Ha. Dengan Jumlah Total : 12.638.936 Ha.
Dari potensi itu, selama ini Kaltim masih banyak bergantung dari sektor perkayuan. Masih banyak potensi lain yang bisa digali sebagai potensi ekonomi yang belum diolah secara maksimmal saat ini.
“Tidak hanya industri kayu, banyak masih potensi hutan lain yang bisa dimanfaatkan,”kata ketua Komisi II DPRD Kaltim Veridiana H Wang, Rabu (28/10/20).
Hutan Kaltim memiliki potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang cukup besar. Meliputi hasil hutan hayati, baik nabati maupun hewani. Serta produk turunan dan budidayanya.
Peraturan Menteri Kehutanan (permenhut) nomor 35 tahun 2007 ada 157 kelompok tanaman hutan HHBK yang dapat dimanfaatkan. Baik sebagai sumber pangan, tanaman obat maupun diolah lebih lanjut sebagai industri pengolahan.
Veridianan mengatakan, Salah satu potensi hutan sosial yang bisa dikembangkan dan dapat dikelola oleh masyarakat ialah coklat kakao dan minyak atsiri. Minyak atsiri kata dia dapat diambil dari banyak jenis komoditas tanaman hutan. Seperti eukaliptus, gaharu, kenanga, kayu putih, kayu manis, nilam, dan champor.
“Selain minyak atsiri, banyak lagi potensi yang bisa dikembangkan sebagai industri olahan. Di antaranya minyak lemak dari tumbuhan hutan,” jelasnya.
Pemerintah lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 83 Tahun 2016 tentang progra Perhutanan Sosial. Penyelesaian masalah ekonomi, lingkungan, dan konflik penguasaan lahan (tenurial)
Dalam hal ini ada kelonggaran terhadap regulasi untuk penggunaan hutan sosial masyarakat, dan ini yang bisa dimanfaatkan Dinas Kehutanan untuk memaksimalkan potensi kawasan hutan melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Bagi politisi PDI Perjuangan itu, kendala yang dihadapi saat ini adalah keseriusan pemerintah dengan program yang berkesinambungan.
“karena ini usaha tidak boleh hanya sekali, tapi harus terus menerus dan dikembangkan. Tinggal nanti bagaimana SDM yang ada di KPH melakukan improvisasi dan kerja sama, baik dengan pemerintah maupun dengan pihak ketiga untuk mengembangkan usaha,” terangnya. (Fran)