BONTANG – Yarkani, kesulitan ekonomi keluarga tidak membuatnya berputus asa. Demi menyelesaikan Sekolah bermacam profesi pekerjaan pernah dilakoni Yarkani, baginya Sekolah adalah sebuah hal yang mesti diperjuangkan. Putra asal Barito Kuala ini pernah menjadi penjual es keliling, pembantu rumah tangga, jadi penjual air hingga guru mengaji semasa duduk di bangku sekolah dan kuliah.Pria yang akrab di sapa Abah ini, kini sukses mengenggam cita-citanya menjadi PNS di Kementrian Agama (Kemenag) Bontang. Pria kelahiran tahun 1966 ini kini menjabat sebagai bagian penyelenggaraan syariah.
Berikut rangkuman ceritanya saat diwawancarai media ini di Kantor Kemenag Bontang, selasa (30/5).
Persoalan ekonomi, terlahir dari anak seorang Petani. Hasil kebun yang menjadi tumpuan ekonomi mendadak mandek akibat gagal panen dan seluruh tumbuhan kebun mati akibat tak digarap dengan baik.
Persoalan ekonomi mulai di hadapi sejak Yarkani duduk di bangku Tsanawiyah (MTs /sederajat SMP), Ayahnya yang dipercaya sebagai Sekertaris Desa mulai sibuk dengan pelayanan masyarakat. Sehingga kebun mulai tak dikelola dengan baik dan rusak semua. Akibatnya jangankan untuk biaya Sekolah untuk biaya makan sehari-hari saja pun sulit.
Sebab tak memiliki biaya saudara-saudaranya (adik-adik) berhenti sekolah, tak ingin putus sekolah dan tak ingin menambah beban. Yarkani memilih untuk menjual es keliling baik di sekolah maupun seusai pulang sekolah guna memenuhi keperluannya sekolah.
“Kalau cuaca bagus ya setiap hari saya jual es, pabrik es jaraknya 6 kilo dari rumah. Habis subuh ambil es dulu untuk dijual di sekolah dan diluar sekolah,” kenangnya.
Melihat kegigihannya, ia bersyukur pihak sekolah memberi keringanan, ia tetap boleh sekolah meski pembayaran SPPnya selalu menunggak-nunggak.
Usai lulus MTs, ia pun ke Kota (Palangkaraya) guna melanjutkan Sekolah Aliyah (MA /sederajat SMA). Selama di Palangkaraya ia tinggal di rumah seorang Ustadz, di rumah itu ia menjadi pembantu rumah tangga. Semua pekerjaan dapur ia lakukan, imbalannya semua biaya hidup dan sekolahnya ditanggung sang Ustadz.
“Disitu saya belajar hidup mandiri, hikmahnya saja jadi pandai memasak,” ujarnya sambil tersenyum.
Usai lulus Aliyah, Yarkani yang memang ingin kuliah di Banjarmasin akhirnya mendapat kesempatan itu. Ia lulus kuliah di Banjarmasin, itu artinya semua mesti dia upayakan seorang diri. Dari menjual sayur, kayu bakar hingga air bersih ia jual kewarga. Sampai singkat cerita Yarkani menjadi Marbot (penjaga) Masjid.
“Saya ditawari jadi Marbot masjid dekat kampus, sekaligus jadi guru ngaji. Jadi lebih ringan sebab ada mes penjaganya tempat untuk tinggal,” kenangnya.
Lulus kuliah tak lantas kerasnya perjuangan hidup usai. Lulus kuliah ia memutuskan ke Samarinda ada keluarga menjadi pertimbangannya untuk mencoba peruntungan mencari kerja di Ibu Kota Kalimantan Timur itu.
Namun jalan Allah berbeda, baru beberapa hari ia di Samarinda. Seorang teman yang baru dikenal mengajaknya jalan-jalan Ke Bontang. “Saat di Bontang tak disangka ketemu kawalan (teman) satu kampung, ia yang justru mengajak untuk bekerja di Bontang saja,” ujarnya.
Singkat cerita, ia menjadi pengajar di Taman Pendidikan Anak (TPA) Baiturahman di Masjid milik PKT sebagai guru ngaji. Selain itu ia juga aktif dalam kepengurusan takmir Masjid Baiturahman dan Clening Servis Masjid.
“Membersihkan Masjid, Tempat Wudu, Toilet adalah pekerjaan yang menyenangkan. Melihat semua bersih ada kepuasan tersendiri,” cerita Yarkani yang memang cukup dikenal di Bontang sebab acapkali ditunjuk menjadi pembaca do’a dalam acara-acara seremoni.
Singkat cerita, 11 tahun 8 bulan bekerja di Masjid Baiturahman. Menjadi jalan bagi Yarkani untuk diterima di Kementrian Agama (Kemenag) Bontang.
“Berat saingan, 28 orang ikut tes. Kalau pintar mungkin saya kalah, kalu almamater izajah saya juga kalah sebab ada alumnus kairo Mesir. Tapi saya menang di pengabdian (Wiyata Bakti), berkat pekerjaan saya di Masjid Baiturahman,” papar Yarkani yang sempat menunaikan rukun islam kelima ke tanah suci, sebab menjadi (TPHI) Haji 2016 tersebut.
Baginya bekerja sebagai clening servis dan di Kemenag sama-sama melayani umat. Bedanya kalau di Masjid melayani muslim saja, kalau di Kemenag yang dilayani semua umat beragama. (and)