Strategi Pemberantasan Korupsi ala Firly Bahuri, Di Kritisi Akademisi Hukum Unmul

Herdiansyah Hamzah alias Castro Akademisi Hukum Unmul yang mengkritisi komitmen pimpinan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia. (Doc. Istimewa)

BONTANG – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri belum lama ini menyampaikan tiga strategi dalam mencegah tindak pidana korupsi, dalam agenda perayaan HUT JMSI ke I, 8 Februari 2021 lalu.

Tiga strategi yang di maksudnya antara lain; pertama adalah mengedepankan pendidikan kepada masyarakat baik mulai dari tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi.

Kedua, perbaikan sistem perijinan usaha, sistem politik, sampai ke sistem tata niaga. Terakhir, mengedepankan penindakan yang tegas, proporsional sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Strategi tersebut dianggap usang oleh Praktisi Hukum dari Akademisi Hukum Unmul Herdiansyah Hamzah atau yang akrab disapa Castro.

Menurutnya, yang berbeda dari strategi Firly di masa kepemimpinannya ialah cara berfikir. Cenderung lebih mengedepankan tindakan pencegahan, sementara penindakan ditempatkan pada posisi terakhir.

“KPK dimasa firli ini cenderung menempatkan pencegahan sebagai prioritas, sementara penindakan diposisikan sebagai alternatif terakhir,” ucapnya, saat dihubungi media ini, (9/2) siang.

Sementara menurutnya pendidikan dan penindakan merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Ibaratkan, dua bilah mata koin yang saling bertautan.

” Jadi memisahkan penindakan dengan pencehan, sama dengan memberikan ruang bagi koruptor,” tegasnya.

Kata dia, justru jika KPK saat ini memiliki komitmen yang demikian. Akan membuka peluang besar bagi pelaku tindak pidana korupsi, melanggengkan perbuatannya dengan lebih leluasa.

Akibatnya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) terhadap lembaga anti rasuah tersebut semakin menurun. Di tahun 2020 ini mendapatkan 37 poin, sementara di tahun 2019 mencapai 40 poin. Berada di posisi 102 dari 180 negara yang di survei.

“Wajar jika kemudian indeks persepsi korupsi kita mengalami penurunan. Seharusnya penindakan itu berjalan simultan dengan strategi pencegakan. Tidak saling menegasikan. Mindset ini yang berubah dimasa Firly,” beber Dosen Hukum Unmul ini.

Untuk menyelamatkan posisi itu, menurut Aktivis Aksi Kamisan Samarinda ini adalah meningkatkan giat Operasi Tangkap Tangan (OTT), yang sudah hilang dimasa kepemimpinan mantan pejabat di tubuh Kepolisian Republik Indonesia.

“OTT, titik. Itu mahkota KPK yang hilang dan membuat kesakralan lembaga ini turut hilang,” tegas Castro. (ESC) 

kpukukarads