SAMARINDA – Tumpahan 120 ton minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO) oleh sebuah kapal Landing Craft Tank (LCT) yang tenggelam dan berakhir karam di Sungai Mahakam pada, Sabtu (10/4), mendapat sorotan dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang mengatakan kejadian tersebut menambah beban sungai Mahakam yang kian kritis karena dicemari limbah Batu Bara. Sebagai sumber air bersih warga, kondisi Sungai Mahakam kembali kritis setelah tercemar tumpahan ribuan liter limbah B3 minyak sawit.
“Tumpahnya minyak sawit di sungai mahakam akan mempengaruhi ekosistem sungai khususnya ikan yang menyebabkan keracunan dan mati. khusus di mahakam terutama, semakin membahayakan bagi kelangsungan populasi pesut mamalia air yang dilindungi,”ungkapnya.
Rupang menjelaskan, cemaran minyak sawit akan mempengaruhi Bioekoregion. dampaknya tidak hanya mempengaruhi ekosistem sungai, namun juga akan mempengaruhi mahluk darat seperti jenis burung, kura-kura den lainya.
Dampak bagi manusia juga tidak baik. Bagi warga yang menggunakan air tersebut untuk mandi akan mengalami gejala gatal-gatal serius.
“Kami Jatam Kaltim mendesak pemerintah untuk segera melakukan investigasi dan audit lingkungan untuk melihat dampak dari pencemaran ini secara keseluruhan,”tegasnya.
Disamping evaluasi izin lingkungan, dikatakan Rupang, kelalaian Perusahaan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air sungai mahakam juga diduga telah melanggar Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Diketahui sebelumnya pada, Sabtu, 10 April 2021 Pukul 05.00 WITA, terjadi musibah kapal SPOB Mulia Mandiri di perairan sungai mahakam, daerah simpang pasir, Kec. Palaran, Samarinda. Kapal mengalami oleng diduga karena arus yang membuat kapal tidak seimbang, kapal tidak bermuatan dan hendak sandar ke teluk cinta, diketahui pada saat kapal tenggelam. (Fran)