Samarinda – Kerusakan jalan di kota Samarinda sudah pada titik mengharukan. Beberapa hari belakangan ini korban kecelakaan kembali bertambah hingga tewas, seperti yang di alami Anita Tri Lestari jumat (21/7/17), perempuan 29 tahun yang sedang mengandung ini tewas beserta bayi dalam kandungannya.
Sungguh kelalaian panjang di lakukan Pemerintah kota Samarinda, membiarkan kerusakan jalan kota berbulan-bulan lamanya tanpa upaya memberikan tanda atau rambu kerusakan jalan guna mencegah kecelakaan lalu lintas.
Hal ini jelas melanggar sebagaimana di atur dalam UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, pasal 24 ayat 1 dan 2. Dimana pihak penyelenggara dalam hal ini pemerintah daerah atau delegasi nya di wajibkan melakukan perbaikan jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Apabila belum dapat melakukan perbaikan maka pemerintah kota samarinda wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak.
Hal ini pun di benarkan oleh pengamat hukum Herdiansyah Hamzah Saat ditemui beritainspirasi.info (24/7/2017), akademisi dari Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman. Menurut nya “ini pelanggaran tindak pidana sesuai di atur dalam UU no 22 tahun 2009 pasal 24 ayat 1 & 2 serta pasal 273 terkait ketentuan pidana” pungkas nya.
Ini jelas bentuk kegagalan pemerintah daerah selaku pelaksana UU dalam memenuhi kewajiban dan hak-hak warga negara. Dalam pasal 273 ayat 1, 2 dan 3 terang menjelaskan bahwa, setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak, mengakibatkan kecelakaan lalulintas hingga menimbulkan luka ringan, luka berat dan meninggal di pidana paling lama 5 tahun penjara atau denda paling banyak Rp. 120.000.000,-.
Tidak hanya jalan Kadrie Oening yang rusak parah, beberapa jalan lain di kota Samarinda juga rusak dan sudah mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, seperti Jalan Pm. Noor dan jalan Pulau Sebatik salah satu nya. Tidak ada satupun tanda dan rambu yang di pasang pemerintah kota Samarinda guna memperingatkan jalan rusak kepada pengguna lalu lintas di area tersebut.
Ia pun menjelaskan “kejadian seperti ini harus mendapat perhatian serius khusus nya masyarakat, untuk turut aktif mengkontrol pemerintah kota. Walaupun pihak korban tidak melakukan tuntutan atas pelanggaran UU yang dilakukan oleh Pemkot, sebagai warga negara kita berhak menuntu Pemkot atas kegagalan yang di anggap perbuatan melawan hukum hingga jatuh korban”. ujar dosen muda ini.
Guna mencegah hal ini berlarut-larut dan jatuh nya korban lagi, pemerintah kota harus di peringatkan dengan keras. “sebagai warga negara kita bisa menggunakan metode Citizen Law Suit, dengan melibatkan seluruh masyarkat / warga negara untuk menggugat pihak pemerintah kota Samarinda yang jelas gagal menjalankan amanat UU guna melindungi hak warga negara” tandas nya.
Gugatan Citizen Lawsuit disebut juga gugatan warga negara. Gugatan ini merupakan jalan bagi Warga Negara untuk menggugat tanggung jawab Negara atas kegagalannya dalam memenuhi hak-hak warga Negara. Adanya kegagagalan Negara tersebut dianggap sebagai Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan warga negara secara luas. Oleh karenanya, Penggugat dalam Citizen Lawsuit tidak mesti orang yang mengalami kerugian langsung.
“Jangan tunggu sampai ada korban lagi akibat kelalaian pemerintah ini, jika masyarakat mampu menyatukan pemikirannya untuk bersama-sama melakukan gugatan tersebut, sebagai nya masyarakat bergerak aktif”. Tutupnya (Arm)