Samarinda – Komisi I DPRD Kota Samarinda menindaklanjuti aduan masyarakat yang melaporkan penolakan ganti rugi dari Pemerintah Kota Samarinda yang tidak sesuai dengan nominal yang di harapkan masyarakat.
Atas aduan tersebut, Komisi I DPRD Samarinda menggelar hearing. Dihadiri sejumlah perwakilan dari Pemkot, yakni Kabag Hukum, Dinas PUPR, dan Instansi terkait dalam rangka penyelesaian penggusuran bangunan yang belum di ganti rugi, Kamis (5/1/23).
Pasalnya nilai yang ditawarkan Pemkot Samarinda sebesar Rp 38 juta, namun harga bangunan yang diminta oleh Muhammad Mukhbib sebesar Rp 145 juta.
Atas hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Samarinda Joha Fajal menyebutkan bahwa dari total keseluruhan bangunan yang ada, yakni 72 bangunan yang digusur sudah diganti rugi sebanyak 71 bangunan oleh Pemkot.
Sementara untuk bangunan yang belum diganti rugi hanya satu bangunan keberatan karena memiliki dokumen semenjak tahun 2012 lalu.
“Nah, masalahnya surat tanah yang ada di Muhammad Mukhbib masih atas nama tangan pertama, yaitu Sabri. Pemkot tidak ingin membayar jika yang bersangkutan tidak membalik nama, karena tidak ingin ada persoalan lagi dikedepannya lantaran ada salah bayar,” katanya.
Menurutnya, Pemkot telah melakukan langkah yang tepat sesuai dengan data hasil kajian dan penilaian sejumlah bangunan yang di gusur.
“Untuk bangunan warga yang lain sebanyak 71 itu dianggap sudah selesai, karena mereka tidak memiliki sertifikat tanah, berarti tanah itu adalah milik negara, dan sudah dibayar sesuai perhitungan dari Pemkot,” paparnya.
Sementara itu, Muhammad Mukhbib Pemilik tanah tengah meminta waktu untuk menyiapkan dokumen kepemilikan yang diminta.
“Kita dari Pemkot Samarinda tidak permasalahkan waktu, kapan saja sudah siap semuanya silahkan datang dan akan diurus segala pembayarannya, namun harus dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Sempat ingin menempuh jalur hukum, Muhammad Mukhbib mengurungkan niatnya dikarenakan Pemkot ingin menyelesaikan secara musyawarah. Dengan begitu Pemkot pun memberikan waktu membalik nama sertifikat tanah miliknya.
“Kita anggap persoalan ini sudah selesai, karena tinggal komunikasi saja antara pemerintah dengan masyarakat. Apabila mereka cepat melakukan balik nama, maka dengan cepat juga Pemerintah melakukan pembayaran,” pungkasnya.(DODY)