Alih Fungsi Lahan Pertanian Meluas, DPRD Samarinda Desak Pemkot Segera Bertindak

Anggota DPRD Samarinda, Andi Saharuddin. (Istimewa)
Anggota DPRD Samarinda, Andi Saharuddin. (Istimewa)

SAMARINDA – Alih fungsi lahan pertanian di Kota Samarinda semakin meluas akibat pesatnya perkembangan infrastruktur dan permukiman. Kondisi ini mengancam ketahanan pangan lokal dan diperparah dengan minimnya dukungan terhadap mobilitas penyuluh pertanian.

Anggota DPRD Kota Samarinda, Andi Sabaruddin, mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) untuk segera mengambil langkah konkret dalam menjaga keberlanjutan sektor pertanian dan mengurangi ketergantungan terhadap pasokan pangan dari luar daerah.

“Mobilitas penyuluh sangat penting. Mereka harus turun ke lapangan untuk mendampingi petani, sementara sebaran pertanian di Samarinda justru banyak berada di pinggiran kota,” ujar Andi, Selasa (11/3/2025).

Wilayah Pertanian Samarinda Terancam, Penyuluh Hadapi Kendala Aksesibilitas

Andi menyoroti bahwa keterbatasan aksesibilitas membuat para penyuluh pertanian kesulitan dalam membina petani di Makroman, Lempake, dan Bentuas, yang selama ini menjadi tulang punggung produksi pangan Samarinda.

Selain itu, pertumbuhan infrastruktur dan ekspansi permukiman terus menggerus lahan pertanian, sehingga kemandirian pangan kota semakin terancam.

“Jika kita terus bergantung pada pasokan dari luar, maka kita kehilangan kendali atas ketahanan pangan sendiri. Ini berisiko bagi stabilitas harga dan ketersediaan pangan,” tegasnya.

Dampak Alih Fungsi Lahan: Ancaman Ketahanan Pangan dan Lonjakan Harga

Andi menjelaskan bahwa alih fungsi lahan tidak hanya mengurangi hasil pertanian lokal, tetapi juga meningkatkan ketergantungan pada distribusi dari luar daerah. Dengan infrastruktur pasokan yang belum sepenuhnya memadai, Samarinda berisiko mengalami lonjakan harga dan ketidakstabilan pasokan pangan di masa depan.

Oleh karena itu, ia meminta Pemkot Samarinda untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan sektor pertanian melalui langkah-langkah strategis, seperti:

  • Regulasi ketat terhadap konversi lahan pertanian.
  • Peningkatan infrastruktur bagi penyuluh untuk memudahkan mobilitas mereka.
  • Dukungan program pertanian berkelanjutan guna mempertahankan produksi pangan lokal.

“Jangan hanya fokus membangun sektor jasa dan infrastruktur. Kalau kita benar-benar peduli dengan ketahanan pangan, harus ada kebijakan konkret yang melindungi sektor pertanian,” pungkasnya. (ADV/DPRD Samarinda)