BERI.ID – Dari lima daerah di Kalimantan Timur yang mengajukan diri sebagai lokasi Sekolah Rakyat 2025, hanya Kota Samarinda yang dinyatakan lolos tahap verifikasi oleh pemerintah pusat.
Meski empat wilayah lainnya—Kabupaten Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Berau, serta lahan milik Pemerintah Provinsi Kaltim di Tenggarong—telah mengajukan proposal resmi, hanya usulan dari Pemkot Samarinda yang dinyatakan memenuhi syarat oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Melansir Arusbawah.co, Informasi dari Direktorat Jenderal Prasarana Strategis Kementerian PUPR menyebutkan, satu-satunya lokasi yang memenuhi standar adalah lahan milik Pemkot Samarinda di kawasan Stadion Palaran. Sementara itu, beberapa usulan lainnya belum diverifikasi dan bahkan tidak masuk dalam hasil evaluasi, seperti Kabupaten Berau yang sama sekali tidak tercatat dalam dokumen resmi.
“Karena belum disurvei,” demikian bunyi keterangan dari laporan Kementerian PUPR.
Program Sekolah Rakyat merupakan salah satu agenda prioritas Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pembangunan 100 titik setiap tahun di seluruh Indonesia. Berdasarkan surat resmi dari Kementerian Sosial dengan nomor 1471/1/PR.01.04/5/2025, hanya Kota Samarinda dari 71 usulan nasional yang telah terverifikasi dan siap menjalankan program ini pada Juli 2025.
Sementara itu, Wali Kota Samarinda, Andi Harun, mengonfirmasi bahwa pembangunan Sekolah Rakyat akan dimulai sesuai jadwal.
“Lahan seluas 7 hektare di Stadion Palaran telah disurvei oleh Kementerian PUPR dan dinyatakan layak. Bahkan, kita disebut sebagai yang paling siap,” ujar Andi Harun.
Sekolah Rakyat dirancang untuk menampung 100 siswa dari kalangan kurang mampu, masing-masing 50 siswa untuk jenjang SMP dan SMA. Namun, karena gedung utama masih dalam proses pembangunan, Pemkot awalnya berencana meminjam bangunan milik Yayasan Melati di kawasan Harapan Baru, Loa Janan Ilir, sebagai lokasi sementara.
Rencana tersebut terancam batal karena lahan itu kini kembali digunakan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim untuk relokasi SMA Negeri 10. Padahal, sebelumnya telah tercapai kesepakatan kerja sama antara Pemkot dan Yayasan Melati.
“Bangunan itu memang setengah milik yayasan, tapi tanahnya milik provinsi. Kalau akhirnya tidak diizinkan, kami akan cari alternatif lain. Yang jelas, Sekolah Rakyat harus tetap berjalan,” tegas Andi Harun. Ia juga menyebut telah menyiapkan dua lokasi pengganti, meskipun belum bersedia menyebutkan secara terbuka.
“Kalau saya sebut sekarang, nanti malah dipolitisasi. Ini program untuk masyarakat, bukan ajang pencitraan,” tambahnya.
Andi menegaskan bahwa sejak awal, Pemkot tidak berniat menjadikan gedung Yayasan Melati sebagai lokasi permanen. “Kami hanya butuh empat ruang kelas untuk sementara. Tapi melihat dinamika yang berkembang, kami putuskan mundur demi menjaga hubungan baik,” ujarnya. (wan/len)