Polemik Aset Yayasan Melati, Pemprov Kaltim Dituding Lakukan Perusakan Tanpa Kesepakatan

Ketua Yayasan Melati, Ida Farida (kanan) dan Yusan Triananda, Pembina Yayasan Melati (kiri). (Foto: Lisa/ beri.id)

BERI.ID – Ketua Yayasan Melati, Ida Farida, menanggapi polemik aset antara Yayasan Melati dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) yang kini memasuki babak baru.

Ia menjelaskan bahwa proses verifikasi aset antara Yayasan dan Pemprov sebenarnya telah dilakukan pada 4 Juni 2025.

Dalam proses itu, sudah sangat jelas dipetakan mana aset yang dibangun oleh Yayasan Melati dan mana yang menjadi milik pemerintah. Bahkan, seluruh bangunan yang kini dipersoalkan dibangun atas dasar proposal permohonan dari yayasan, dengan izin mendirikan bangunan (IMB) juga atas nama Yayasan Melati.

“Kalau kita yang minta, kita yang bangun, dengan IMB atas nama kita, lalu itu disebut milik siapa?” ujar Ida, saat ditemui, di Kampus Melati, Kamis (26/6/2025).

Setelah proses verifikasi, pada 11 Juni 2025, Pemprov Kaltim mengirim surat resmi kepada Yayasan Melati yang menyatakan bahwa mereka akan memanfaatkan ruang-ruang sekolah Melati untuk kegiatan SMA Negeri 10 Samarinda.

Yayasan Melati lantas melayangkan surat keberatan, karena menurut mereka, proses penyelesaian belum selesai dan belum ada kesepakatan resmi mengenai ruang yang akan digunakan.

Namun pada 16 Juni 2025, Pemprov kembali melayangkan surat lanjutan, kali ini meminta pengosongan ruang-ruang yang akan digunakan SMA 10.

“Kami terpaksa kembali menyatakan keberatan melalui surat tertulis pada 17 Juni. Karena sampai saat itu, ruang-ruang yang disebut dalam surat masih digunakan aktif oleh siswa-siswi kami,” jelasnya.

Ida kemudian menyayangkan tindakan sepihak Pemprov yang dia nilai melakukan perusakan dan pembongkaran pintu-pintu kelas hingga ruang kepala sekolah, Rabu 25 Juni kemarin. Padahal, menurutnya, belum ada kesepakatan resmi antara kedua belah pihak.

“Itu kan sudah melampaui ranah hukum. Tapi mereka menyampaikan bahwa PLT Kepala Dinas (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Armin) akan bertanggung jawab untuk ini,” ujarnya.

Ditegaskannya, penandaan ruang oleh tim dari Pemprov Kaltim tidak serta-merta berarti ruang tersebut dapat langsung digunakan oleh pihak SMA Negeri 10. Sebab hingga kini, belum ada kesepakatan resmi antara kedua belah pihak mengenai ruang mana saja yang akan digunakan.

Meski proses verifikasi aset telah dilakukan bersama dan data awal sudah tersedia, penggunaan ruang di lingkungan pendidikan harus melalui perjanjian kerja sama yang menyeluruh, mencakup aspek teknis seperti aliran listrik, pasokan air, hingga pengaturan aktivitas siswa antarinstansi dalam satu lokasi.

“Ruang yang akan digunakan sebagian besar adalah ruang-ruang yang selama ini masih aktif digunakan oleh siswa kami. Jadi harus ada pembicaraan yang matang terlebih dahulu,” bebernya.

Padahal sebelumnya, telah disepakati bahwa bangunan milik Yayasan Melati akan melalui proses appraisal (penilaian aset) terlebih dahulu sebelum diganti dan dibangunkan yang baru di atas lahan milik yayasan sendiri.

“Ini bagian dari tertib administrasi,” ujar Ida.

Yusan Triananda, Pembina Yayasan Melati, menambahkan bahwa bangunan yang dipermasalahkan saat ini, 90 persen lebih merupakan aset milik yayasan. Ia menyebut bahwa 420 siswa yang berada di bawah naungan Yayasan Melati kini terancam kehilangan ruang belajar.

Ia juga mengungkap bahwa surat perintah pengosongan dari Pemprov datang tiba-tiba dan tanpa dasar yang jelas.

“Awalnya katanya untuk Taruna Borneo, sekarang berubah jadi SMA Negeri 10. Kami tidak anti pada program pemerintah, tapi harusnya diajak bicara,” tutupnya.

Hingga berita ini ditulis, tim redaksi masih mencoba menghubungi pihak Plt Kepala Disdikbud Kaltim, Armin terkait dengan pengosongan tersebut. (lis)