Rangkaian Kejadian Muncul Terkait MBG di Kaltim, Bau Makanan Tak Sedap hingga Kabar Siswa Dilarikan ke RS

Potret menu makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Samarinda. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam kurun waktu kurang dari dua bulan, tiga kota besar di Kaltim, Balikpapan, Samarinda, dan Bontang, dilaporkan mengalami persoalan serupa, mulai dari makanan basi, bau tidak sedap, hingga keluhan siswa yang menolak konsumsi menu MBG.

Kasus teranyar muncul di Kota Bontang, di mana dua kali dalam sepekan siswa menerima makanan yang tercium bau tak sedap.

Pertama pada menu nasi goreng pekan lalu, dan kedua, Kamis (2/10/2025) saat siswa mendapat batagor.

Karena khawatir dengan kondisi makanan, para siswa memilih tidak mengonsumsinya dan mengembalikannya ke Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), lembaga pelaksana distribusi MBG di sekolah.

Di Samarinda, laporan serupa lebih dulu muncul sepekan sebelumnya.

Salah satu siswa SMAN 2 Samarinda, mengungkap adanya seekor lalat mati di dalam sayur, nasi keras, jeruk asam, serta lauk berbau gas, yang dikonsumsi dari menu MBG.

Laporan tersebut viral di media sosial dan menjadi sorotan publik hingga akhirnya diputuskan menghentikan sementara distribusi MBG, di beberapa sekolah, termasuk di SMAN 2 Samarinda.

“Benar, MBG di sekolah kami sudah dihentikan sejak Senin lalu,” ujar salah satu siswa SMAN 2 Samarinda, yang sempat melaporkan temuan itu.

Kasus lain muncul di SMAN 13 Samarinda, di mana siswa melaporkan bahwa menu yang diterima sudah basi sebelum waktu makan siang.

Foto-foto makanan berbau tak sedap sempat beredar luas di grup orang tua dan menjadi perhatian serius Dinas Kesehatan setempat.

Sebelumnya, Kota Balikpapan juga sempat dihebohkan oleh kabar lima siswa dilarikan ke rumah sakit, karena diduga keracunan setelah mengonsumsi MBG. Namun, pihak pemerintah daerah membantah kabar tersebut.

Meski begitu, informasi yang beredar di lapangan menunjukkan adanya upaya meredam publikasi kasus, terutama setelah beberapa orang tua siswa mengaku anaknya mengalami gejala mual dan pusing usai makan siang di sekolah.

Melihat rentetan kasus tersebut, mulai dari basi hingga makanan berbau tak sedap, Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, menyatakan bahwa makanan dalam program MBG harus sampai ke sekolah maksimal empat jam setelah dimasak, karena tidak menggunakan bahan pengawet.

“Setiap minggu ada laporan rutin untuk memantau potensi penyakit atau kejadian luar biasa,” terangnya, Senin (6/10/2025).

Lebih lanjut, pihaknya telah menyiapkan langkah pencegahan dan prosedur penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB), apabila terjadi kasus keracunan.

“Kalau ada indikasi keracunan, puskesmas terdekat akan menjadi pihak pertama yang datang ke lokasi. Kami sudah punya prosedur tetap untuk melarang konsumsi makanan yang dicurigai, mengambil sampel, dan memberikan perawatan medis,” jelas Jaya.

Selain keamanan pangan, Dinas Kesehatan juga menekankan bahwa pemenuhan gizi dan bahan lokal menjadi prioritas utama.

Program MBG memang dirancang tidak hanya untuk meningkatkan asupan gizi pelajar, tapi juga untuk menggerakkan ekonomi masyarakat lokal, karena bahan pangan seperti telur, sayur, dan ikan air tawar dibeli dari pasar daerah setempat.

“Belanja bahan makanan dilakukan di pasar lokal agar lebih terjangkau dan memenuhi kecukupan gizi anak sekolah. Ini juga menggerakkan ekonomi masyarakat,” ucap Jaya.

Namun, ia mengingatkan bahwa seluruh bahan harus memenuhi standar sanitasi dan memiliki izin edar resmi.

SPPG dan Dinkes kini sedang melakukan pemetaan ulang rantai pasok, untuk memastikan sumber bahan pangan benar-benar aman. (lis)