BERI.ID – Alih-alih menunggu program nasional pembangunan 3 juta hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), berjalan penuh pada 2026, Pemkot Samarinda memilih model kemitraan intensif bersama pengembang.
Tekanan kebutuhan hunian di kawasan perkotaan membuat Samarinda harus bergerak lebih cepat.
Kota ini masuk pada klasifikasi wilayah metropolitan yang menjadi bagian dari target satu juta rumah secara nasional.
Namun tanpa cadangan lahan memadai, pemerintah daerah mau tidak mau harus menggantungkan realisasi pada sektor swasta.
Kepala Bidang (Kabid) Perumahan Dinas Permukiman (Disperkim) Kota Samarinda, Tajudin Husen, mengatakan bahwa percepatan ini bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak untuk mengatasi backlog perumahan di Samarinda.
Untuk diketahui, backlog ialah kumpulan pekerjaan atau kebutuhan yang masih menunggu untuk dituntaskan, baik dalam proyek pengembangan perangkat lunak, manajemen proyek, maupun sektor perumahan.
“Kami harus membuka jalan selebar mungkin bagi pengembang. Jika prosesnya dipersulit, jumlah rumah tidak akan pernah cukup untuk mengejar kebutuhan masyarakat,” ujarnya pada Jumat (21/11/2025).
Tajudin menegaskan bahwa tidak ada jatah khusus rumah MBR untuk Samarinda.
Target satu juta unit adalah skala nasional, sehingga daerah bertanggung jawab menyusun strategi yang realistis sesuai kemampuan dan kondisi lapangan.
Pada titik ini, peran pengembang dianggap tak tergantikan karena sebagian besar lahan yang potensial berada di tangan mereka.
Ia menjelaskan, pola kepemilikan warga bergantung pada lokasi pembangunan.
Jika rumah berdiri di atas tanah aset pemerintah, masyarakat hanya mendapatkan kepemilikan bangunan.
Sebaliknya, bila berada di lahan milik pengembang, rumah lengkap dengan tanahnya bisa menjadi hak penuh warga.
“Model yang kedua jelas lebih ideal, karena memberi jaminan kepemilikan yang utuh untuk keluarga berpenghasilan rendah,” kata Tajudin.
Dari sisi harga, rumah MBR nasional hingga 2025 berada di kisaran Rp182 juta, dengan pembiayaan kredit jangka panjang yang tidak berubah nilai cicilannya meski tenor mencapai 20 tahun.
Menurut Tajudin, skema flat ini penting untuk memastikan warga tidak terbebani kenaikan cicilan di masa depan.
Terkait lokasi pembangunan, Disperkim hanya bisa memproses permohonan setelah rekomendasi tata ruang dari Dinas PUPR keluar.
Developer harus memastikan lokasi berada di zona permukiman sesuai RTRW sebelum memasuki tahap persetujuan pemanfaatan ruang melalui PKKPR.
Menanggapi kritik warga mengenai perumahan yang dibangun di kawasan rawan bencana, Tajudin menegaskan bahwa proses pemberian persetujuan tidak dilakukan asal.
BPBD, DLH, Dishub, dan perangkat kecamatan selalu dilibatkan dalam mengkaji risiko.
“Mitigasi bencana itu bukan aksesoris teknis. Kalau kawasan punya potensi longsor atau banjir, developer wajib menyiapkan desain pengendalian sejak awal. Tidak ada kompromi di situ,” tegasnya.
Salah satu aturan yang diperketat adalah pembangunan kolam retensi sebelum pekerjaan pematangan lahan dimulai.
Kolam ini menjadi filter pertama agar air dan sedimen tidak langsung meluber ke permukiman sekitar ketika hujan.
Isu penggunaan air baku dari bekas tambang yang sempat menimbulkan kekhawatiran juga dijelaskan Tajudin. Air tersebut tetap dapat digunakan sepanjang dikelola melalui WTP dan dinyatakan aman dalam uji kualitas.
“Selama pengolahan dilakukan dengan benar dan memenuhi standar kesehatan, sumber airnya tidak menjadi masalah,” tuturnya.
Untuk pengembang yang menyalahi aturan teknis, pemerintah mengaku tidak segan melakukan evaluasi berkala.
Proses pembinaan terus berjalan agar standar hunian MBR tidak dikorbankan demi percepatan pembangunan.
“Kami ingin memastikan bahwa rumah murah itu tetap bermutu. Yang membuat warga kecewa adalah developer nakal, dan kami tidak mau itu dibiarkan,” tambah Tajudin.
Ia memastikan bahwa Pemkot ingin menghadirkan hunian MBR yang tidak hanya bisa dibeli warga, tetapi juga aman, nyaman, dan layak dihuni dalam jangka panjang.
“Tujuan akhirnya sederhana, warga mendapatkan rumah yang tidak mengkhawatirkan masa depan mereka,” pungkasnya. (lis)







