Sodetan Sungai Dipersoalkan, Warga Minta Pemerintah Hentikan Manuver Teknis Tanpa Kajian Dampak

Penolakan Warga Loa Janan Ulu terhadap pembangunan sodetan sungai Samarinda-Kukar. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Rencana pengendalian banjir yang sedang dipacu Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda di kawasan perbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kembali memicu silang pendapat.

Pembangunan sodetan sungai, yang digadang sebagai solusi utama untuk mengurangi genangan di Perumahan Haji Saleh, Kecamatan Loa Janan Ilir, menghadapi penolakan terbuka dari warga Loa Janan Ulu, wilayah yang secara administratif berada di Kukar dan akan terdampak langsung aliran buangan.

Kedatangan rombongan Pemkot Samarinda-Kukar disambut rentetan spanduk penolakan.

Warga menegaskan mereka tidak menolak upaya penanganan banjir, tetapi mempertanyakan mengapa wilayah mereka harus menanggung risiko limpasan air dari proyek yang digagas Samarinda.

Salah seorang warga menyampaikan keberatan dengan nada tegas namun tertahan.

“Turap di sini hampir roboh, kapasitas sungainya juga sudah tidak kuat. Kalau air dari sodetan masuk lagi ke sini sebelum ada perbaikan, ya kami yang kebanjiran,” ujarnya, saat tim lintas daerah turun ke lokasi, Selasa (9/12/2025).

Di satu sisi, Ketua TWAP Samarinda, Syaparudin, menegaskan bahwa sodetan dibutuhkan untuk mengurangi tekanan air di kawasan Simpang Tiga dan Tani Aman yang setiap musim hujan menjadi titik merah banjir.

Ia menyebut seluruh persiapan dari sisi Samarinda sudah rampung.

“Lahan dan rumah terdampak sudah selesai kami bebaskan. Anggaran juga sudah dialokasikan untuk pembangunan sodetan pada 2026. Tetapi karena ini menyangkut alur sungai yang melewati dua pemerintahan, penyelesaiannya tidak bisa dilakukan sepihak,” jelasnya.

Ia menekankan, sodetan hanya akan efektif bila seluruh jalur aliran, termasuk yang berada di Kukar, dikuatkan dengan struktur teknik yang memadai.

Jika tidak, potensi protes akan terus muncul, bahkan berpotensi menghentikan program secara keseluruhan.

Salah satu poin desakan warga Loa Janan Ulu adalah pembangunan turap sepanjang kurang lebih 1,7 kilometer di dua sisi sungai. Mereka menilai tanpa penataan itu, sodetan yang dialirkan dari Samarinda justru menjadi ancaman baru.

Syaparudin mengakui tuntutan tersebut masuk akal dan harus dipertimbangkan serius.

“Masyarakat meminta dulu jaminan keamanan alur sungai berupa turap. Dan itu tidak bisa dibebankan pada satu daerah saja karena ini lokasi lintas batas. Kalau Pemprov Kaltim bisa membantu, saya yakin dinamika penolakan bisa mereda,” tuturnya.

Ia menambahkan bahwa proyek turap membutuhkan dukungan anggaran besar, yang secara realistis hanya mungkin diperoleh jika Pemprov Kaltim ikut turun tangan sebagai fasilitator sekaligus pemilik kewenangan lintas daerah.

Meski Samarinda menyatakan siap melaksanakan proyek mulai 2026, keputusan akhir menunggu kesepakatan antara Wali Kota Samarinda dan Bupati Kukar dalam pertemuan yang rencananya difasilitasi Pemprov Kaltim dan BWS IV Kalimantan.

Syaparudin menegaskan bahwa pihaknya tidak menutup mata terhadap kegelisahan warga.

“Tidak ada yang kami paksakan. Pemerintah harus memastikan solusi banjir di satu daerah tidak jadi petaka baru di daerah lain. Itu prinsip dasarnya,” kata Syaparudin.

Ia menekankan bahwa pihaknya tetap menunggu ruang diskusi bersama sebelum menyentuh tahap konstruksi.

“Kami ingin semua pihak merasa aman. Kalau ada yang menolak, itu bukan hambatan, itu peringatan. Artinya ada aspek teknis dan sosial yang harus kita jawab dulu,” tutupnya. (lis)