Swasembada Masih Jauh, Kaltim Bertahan Berkat Kendali Data Pangan

Kepala DPTPH Kaltim, Siti Farisyah Yana. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Memasuki pekan pertama Desember 2025, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memusatkan perhatian pada satu hal krusial, yakni akurasi data pangan.

Di tengah bertambahnya populasi, fluktuasi permintaan akhir tahun, hingga perubahan struktur distribusi, Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Kaltim menegaskan bahwa stabilitas saat ini bukan terjadi begitu saja, tetapi hasil dari pembacaan data yang ketat dan intervensi berbasis neraca komoditas.

Kepala DPTPH Kaltim, Siti Farisyah Yana, menyebut bahwa kondisi pangan Kaltim pada minggu pertama Desember masih berada di zona stabil, meski tekanan konsumsi meningkat.

Ia menilai, tambahan penduduk sekitar 210 ribu orang, sepanjang tahun 2025 ini seharusnya dapat memicu tekanan pasokan.

Namun pola konsumsi akhir tahun ini cenderung tertahan karena momen libur panjang tidak bersinggungan dengan mobilitas besar seperti saat Lebaran.

“Biasanya di akhir tahun stok cenderung bergejolak karena permintaan naik. Tapi tahun ini, pergerakannya relatif landai,” ujar Yana saat konferensi pers di Kantor Diskominfo Kaltim, Jumat (12/12/2025).

482 Pangan Murah: Data Intervensi yang Mengendalikan Harga

Yana mengungkapkan bahwa stabilitas ini didukung langkah intervensi masif berupa 482 gelaran pangan murah sepanjang tahun, atau lebih dari 40 kali di tiap kabupaten/kota.

Pangan murah itu menjadi referensi penting untuk menjaga kestabilan karena menyerap tekanan harga dari bawah, terutama saat komoditas strategis mulai menunjukkan tren naik.

“Harga itu bukan berdiri sendiri. Ada faktor strukturalnya dari pusat sampai pedagang tingkat paling bawah,” tegasnya.

Beras: Komoditas dengan Bobot Inflasi Tertinggi

Pada komoditas beras, Yana memberi sorotan khusus.

Dalam neraca inflasi nasional, beras memiliki bobot tinggi sehingga sedikit fluktuasi saja bisa langsung memengaruhi daya beli masyarakat.

Untuk memahami dinamika beras, kata Yana, pemerintah membaca data secara kumulatif, terutama dari tabel proyeksi neraca.

Ia mengingatkan bahwa empat tahun lalu, sebelum gonjang-ganjing harga beras nasional, distribusi di Kaltim berjalan jauh lebih stabil.

“Dulu, pola distribusi kita rapi. Sekarang pedagang kecil bisa langsung ambil ke Bulog. Polanya berubah jadi dua titik, sementara daya beli juga ikut menyesuaikan,” jelasnya.

Saat ini, Kaltim mendapatkan suplai beras dari Sulawesi, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, hingga Jakarta.

Namun marjin keuntungan pedagang semakin kecil akibat keputusan penetapan HET (Harga Eceran Tertinggi).

“Dulu marjinnya cukup besar, sekarang lebih tipis karena ada HET,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan persoalan baru, beras lokal tidak diserap oleh Bulog karena dinilai pasokannya sudah cukup, membuat gap pembinaan petani lokal masih besar.

Produksi 2025: Tantangan Struktural dan Kekurangan Pelaksana

Yana menyatakan, penurunan produksi komoditas pangan tertentu pada 2025 tidak datang tanpa sebab.

Sebagian besar bersifat struktural, terutama terkait lahan dan ekosistem pelaksana di lapangan.

Kaltim saat ini sedang melakukan revitalisasi lahan baku sawah (LBS) seluas 13 ribu hektare, untuk mengembalikan total LBS ke konfigurasi 46 ribu hektare, yang kemudian ditambah area lain masing-masing 22 ribu hektare, 2.400 hektare, dan 1.300 hektare.

“Kebijakan pusat sudah memberi sinyal positif. BPN sekarang melarang ekspansi sawit di atas lahan baku sawah. LP2B kita juga wajib minimal 87 persen,” katanya.

Ia menekankan bahwa paradigma lama, bahwa lahan milik pribadi tak boleh diganggu gugat, tidak lagi relevan.

“Kalau sudah ditetapkan sebagai LBS, tidak bisa lagi seenaknya dialihfungsikan,” tegasnya.

Namun persoalan lain muncul, keterbatasan pelaksana, di sektor hulu. Untuk beberapa komoditas, seperti kedelai, Kaltim hampir tidak memiliki produksi skala industri.

“Kalau pun ada yang tanam kedelai, biasanya hanya untuk konsumsi sendiri. Tidak ada yang sampai jadi bahan baku tempe,” ujarnya.

Secara keseluruhan, kondisi pangan Kaltim pada pekan pertama Desember 2025 stabil, namun Yana menegaskan bahwa kestabilan tersebut sangat bergantung pada:

– kejelasan data neraca pangan,
– intervensi harga melalui pasar murah,
– perlindungan LBS dan LP2B,
– konsistensi distribusi,
– serta pengawasan terhadap komoditas dengan bobot inflasi tinggi.

“Tanpa itu, gejolak kapan saja bisa muncul kembali,” tutupnya.

Berikut data perhelatan gerakan pangan murah tiap kabupaten/kota:

1. Kota Balikpapan: 179 kali
2. Kabupaten Paser: 103 kali
3. Kabupaten Kutai Kartanegara: 7 kali
4. Kabupaten Penajam Paser Utara: 19 kali
5. Kabupaten Berau: 47 kali
6. Kota Samarinda: 18 kali
7. Kota Bontang: 36 kali
8. Kabupaten Kutai Barat: 37 kali
9. Kabupaten Kutai Timur: 5 kali
10. Kabupaten Mahakam Ulu: 5 kali

Hingga per 11 Desember 2025, berikut situasi harga pangan di Kaltim:

1. Beras Premium: Rp16.500
2. Beras Medium Non SPHP: Rp14.500
3. Beras SPHP: Rp13.000
4. Cabai Rawit Merah: Rp74.200
5. Cabai Merah Keriting: Rp62.300
6. Cabai Merah Besar: Rp63.000
7. Bawang Merah: Rp55.000
8. Bawang Putih: Rp39.600
9. Telur Ayam Ras: Rp32.500
10. Daging Ayam Ras: Rp40.300
11. Daging Sapi: Rp157.000
12. Daging Kerbau Lokal: –
13. Daging Kerbau Impor: Rp115.000
14. MinyaKita: Rp18.400
15. Minyak Goreng Kemasan: Rp22.000
16. Minyak Goreng Curah: Rp17.500
17. Gula Konsumsi: Rp18.400
18. Ikan Tongkol: Rp36.000
19. Ikan Kembung: Rp46.200
20. Ikan Bandeng: 34.300
21. Tepung Terigu Kemasan: Rp14.000
22. Tepung Terigu Curah: Rp9.400
23. Garam Konsumsi: Rp12.100

(lis)