UMK Samarinda 2026 Naik 6,97 Persen, Upah Rp3,98 Juta Masih Tertinggal Rp1,7 Juta dari KHL

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Samarinda, Yuyum Puspitaningrum. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Samarinda 2026 memperlihatkan jarak lebar antara kebijakan normatif dan realitas biaya hidup pekerja.

Di balik angka final alfa 0,6 yang disepakati, tersimpan proses deadlock, tekanan aksi, hingga kompromi yang pada akhirnya tetap menempatkan buruh jauh dari standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Mengenal Apa Itu Alfa

Alfa ialah angka pengali dalam formula penyesuaian upah minimum yang diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2025.

Semakin kecil alfa, kenaikan upah semakin rendah. Semakin besar alfa, kenaikan upah semakin tinggi.

Pemerintah pusat menetapkan rentang alfa 0,5–0,9, dan daerah wajib memilih angka di dalam rentang tersebut.

Secara substansi, 0,6 bukan angka ideal bagi buruh, karena kenaikan upah yang dihasilkan masih jauh dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Perundingan Sempat Buntu

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Samarinda, Yuyum Puspitaningrum, mengungkapkan bahwa perundingan awal sempat benar-benar buntu.

Unsur pengusaha melalui Apindo bersikeras pada alfa 0,5, sementara serikat pekerja mengajukan angka maksimal 0,9 sebagaimana rentang yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025.

“Deadlock. Posisi Apindo di 0,5, serikat di 0,9. Rentangnya memang sudah ditentukan pusat,” kata Yuyum, Senin (22/12/2025).

Di Samarinda, tarik-ulur ini tidak hanya soal angka, tetapi tentang seberapa jauh negara bersedia mendekatkan upah buruh pada kebutuhan hidup riil.

Situasi Berubah Setelah Tekanan Aksi

Langkah kompromi justru datang dari serikat pekerja yang menurunkan tuntutan dari alfa 0,9 ke 0,7.

Namun pengusaha tetap menilai angka tersebut terlalu berat di tengah perlambatan ekonomi.

“Yang minta turun ke 0,7 itu serikat. Dari Apindo tetap ingin di 0,5 dengan alasan pertumbuhan ekonomi melambat,” jelas Yuyum.

Pemerintah kota kemudian mengambil posisi penengah dengan memilih alfa 0,6.

Angka ini menjadi titik temu di antara kepentingan dunia usaha dan tekanan buruh, meski secara substansi belum menjawab persoalan kesejahteraan.

Dengan alfa 0,6, UMK Samarinda 2026 ditetapkan naik 6,97 persen. Dari UMK 2025 sebesar Rp3.724.437, upah minimum menjadi Rp3.983.881. Kenaikan nominalnya sekitar Rp259.444.

Namun angka tersebut terlihat kontras jika dibandingkan dengan KHL Kalimantan Timur yang berdasarkan kajian lembaga nasional telah mencapai sekitar Rp5,7 juta.

Artinya, masih terdapat selisih lebih dari Rp1,7 juta antara UMK Samarinda dan kebutuhan hidup layak pekerja.

Kesenjangan inilah yang menjadi sorotan utama serikat pekerja.

Meski terjadi kenaikan, formula PP 49/2025 dinilai membatasi ruang koreksi struktural terhadap mahalnya biaya hidup, terutama di daerah dengan inflasi kebutuhan pokok tinggi seperti Samarinda.

“Formula ini membuat kenaikan harus bertahap, meski jarak dengan KHL sangat jauh,” terang Yuyum.

Selain UMK, pembahasan juga menyentuh Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK).

Untuk 2026, Samarinda mengusulkan empat sektor, bertambah dari sebelumnya tiga.

Salah satu yang menonjol adalah sektor konstruksi gedung dan instalasi listrik (KBLI 10–11 hingga 10–19).

Menariknya, perhitungan UMSK masih menggunakan data pertumbuhan ekonomi Kota Samarinda tahun 2024 sebesar 8,66 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2025 yang menurut BPS turun ke kisaran 5,71 persen.

“Yang dipakai tetap data 2024 sesuai ketentuan kementerian,” terang Yuyum.

Dengan alfa 0,5, UMSK sektor konstruksi 2026 mencapai Rp4.010.902, naik sekitar Rp230 ribu dari tahun sebelumnya.

Artinya, sektor tertentu justru mendapat manfaat dari momentum ekonomi masa lalu, sementara buruh umum tetap tertahan oleh formula moderat.

Seluruh hasil kesepakatan UMK dan UMSK tersebut kini menunggu penandatanganan Wali Kota Samarinda sebelum diajukan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.

Tenggat waktu penetapan sangat sempit, karena seluruh daerah diwajibkan mengumumkan UMK paling lambat 24 Desember sesuai instruksi Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Untuk diketahui, UMK Samarinda 2026 masih tertinggal jauh dari KHL.

Kenaikan 6,97 persen memang memberi napas tambahan, tetapi belum cukup menjawab tekanan biaya hidup. (lis)