SAMARINDA – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang kota Samarinda menyayangkan sikap diamnya pemerintah atas meninggalnya anak dilubang tambang, hingga kini terus bertambah.
Natasya Aprilia Dewi menjadi korban yang ke-34 dari bekas galian tambang Batu Bara yang dibiarkan menganga, Murid kelas 4 SD ini menyusul 33 anak yang sebelumnya juga menjadi korban ganasnya industri ekstraktif. NAD ditemukan meninggal pada salah satu bekas galian tambang, Rabu (29/05/19) di Simpang Pasir Palaran, kota Samarinda. Tidak jauh dari kediamanya.
‘’Gubernur Kaltim harus bertanggung jawab atas hal ini, dia punya kewenangan yang bisa menghentikan tragedi ini, namun tidak dilakukan, artinya Gubernur lalai dalam hal melindungi warganya,’’ kata Muhammad Akbar Wakabid Agitasi dan Propaganda GMNI Samarinda.
Padahal sudah jelas, Kata Akbar. PP No.78 tahun 2010 pasal 19-21 bahwa paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan pertambangan wajib direklamasi. Keputusan menteri ESDM nomor 55/K/26/MPE/1995 dinggap tidak di indahkan, seperti halnya perusahaan tidak memasang pelang atau tanda peringatan di tepi lubang dan tidak ada pengawasan yang menyebabkan orang lain masuk ke dalam tambang.
Selain itu, banyak perusahaan disebut melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2012 tentang indikator ramah lingkungan untuk usaha atau kegiatan pertambangan batu bara yaitu jarak 500 meter.
”Dari hal tersebut tentunya yang harus bertanggung jawab penuh adalah pemangku kebijakan mulai dari Gubernur, Walikota/ Bupati dan instansi terkait. Namun, lagi lagi pemerintah memberikan contoh yang buruk dengan tidak menjalankan amanat konstitusi dan lebih tunduk pada korporasi,’’ sebutnya
Atas fenomena itu Akbar menilai ada ketidak adilan dalam penanganan hukum, disebutnya dari pertama kali kasus meniggalnya anak tahun 2011 hingga sekarang, cuman satu kasus yang mendapat putusan pengadilan dengan memberikan hukuman penjara selama 2 bulan dan denda sebesar seribu rupiah kepada wakar.
Peristiwa tragis ini sudah 8 tahun berlangsung dan korban terus bertambah, pemerintah disebut abai atas keselamatan warga negaranya, menurutnya pemerintah bisa dituntut atas dasar Pasal 359 KUHP “Barang siapa, karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain”serta pasal 112 UUPPLH “,“Setiap pejabat berwenang”,“tidak melakukan pengawasan”,“terhadap ketaatan penanggung jawab usaha”atau”kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan, mengakibatkan kerusakan lingkungan, mengakibatkan hilangnya nyawa manusia.
‘’harus ada keberanian untuk sama sama kita katakan bahwa hal ini tidak boleh terjad, karena pelakunya hingga sekarang masih berkeliaran, diluar sana masih ribuan lubang tambang yang selalu mengancam, kita tidak inggin lagi melihat orang tua menangis karena pupus dari masa depan anaknya,’’ tutub Akbar.
Ia juga memnita agar pemerintah menuntaskan selurus kasus korban meningal dilobang tambang, reklamasi harus segera dituntaskan, pihaknya juga mendorong agar pemerintah membangun ekonomi terbarukan yang ramah lingkungan diluar dari ekonomi berbasis industri ekstraktif. (Fran)