BERI.ID – Kepala Polresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar, sehari jelang demonstrasi besar-besaran di ibu kota Kalimantan Timur, memastikan 1.100 personel akan diterjunkan untuk mengamankan aksi.
Seluruh langkah, kata Hendri, akan mengacu pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.
“Kalau ada anggota kami melanggar, pasti ditindak. Tugas kami hanya memastikan kegiatan berjalan lancar, bukan mengurusi tunjangan DPR,” tegasnya, di Cafe Bagios Samarinda, Minggu (31/8/2025).
Pernyataan ini datang di tengah gelombang kemarahan publik yang kian meluas, dipicu isu tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan bagi anggota DPR, tragedi tewasnya Affan Kurniawan (21), pengemudi ojek online yang digilas mobil taktis Brimob saat aksi di Jakarta, hingga pernyataan kontroversial Ahmad Sahroni, anggota DPR RI Partai NasDem, yang kini telah dinonaktifkan.
Samarinda menjadi salah satu titik utama aksi serentak pada Senin (1/9/2025).
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kaltim, Viktor Yuan, yang juga anggota Komisi II DPRD Samarinda, menegaskan kemarahan publik tidak bisa diabaikan.
“Kami imbau mahasiswa dan pemuda menyampaikan aspirasi damai. Tapi DPR juga jangan alergi kritik. Terima perwakilan mahasiswa, dengar suara mereka,” ujarnya.
Viktor mengingatkan potensi anarkis justru sering muncul dari penyusup, bukan mahasiswa.
“Karena itu polisi harus humanis, jangan terpancing. Saya yakin Samarinda bisa tetap aman,” tambahnya.
Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Mulawarman, Prof. Masjaya, menyebut aspirasi publik harus dijaga kanalnya.
“Kondusifitas penting, tapi aspirasi jangan dipasung. Kalau kita tidak ikut menenangkan situasi, bisa muncul hal yang tidak kita harapkan,” katanya.
Ia menyarankan komunikasi intensif malam ini dengan pimpinan kampus.
“Bukan untuk melarang mahasiswa turun, tapi agar perwakilan terkendali dan aspirasi tersampaikan dengan baik. Jangan sampai DPR kosong saat aksi, harus ada yang menemui mereka,” tegasnya.
Forum lintas tokoh agama, adat, akademisi, dan masyarakat Samarinda merumuskan tujuh sikap moral:
1. Untuk mahasiswa: sampaikan aspirasi damai, hindari anarki dan provokasi.
2. Untuk DPRD: buka pintu dialog, dengar suara rakyat.
3. Untuk aparat dan pemda: amankan aksi secara humanis.
4. Untuk masyarakat: jaga persaudaraan lintas agama dan etnis, tolak hoaks.
5. Untuk tokoh agama dan masyarakat: doakan bangsa terhindar dari perpecahan.
6. Untuk ketua RT: perkuat komunikasi, sebarkan informasi menyejukkan.
7. Untuk seluruh warga Kaltim: jalani aktivitas seperti biasa, jangan terprovokasi.
Ketua Tim Wali Kota untuk Akselerasi Pembangunan (TWAP) Samarinda, Syaparudin, mengingatkan bahwa keresahan publik bersumber dari ketimpangan sosial.
“Dalam kondisi ekonomi sulit, elite harus menahan diri. Jangan memancing amarah rakyat dengan kebijakan yang tak berpihak,” ujarnya.
Sebagai mantan Ketua Umum PMII dan Ansor Kaltim, ia menegaskan pembangunan tak mungkin berjalan jika kota tidak kondusif.
“Kalau sudah berkumpul dalam jumlah besar, kontrol bisa sulit. Maka sikap elite harus tulus menjaga Indonesia, bukan memancing gejolak,” tandasnya. (lis)