Aksi Walk Out Sidang Gugatan Presiden di PTUN Samarinda Berujung Somasi ke Mahkamah Agung

Aksi Walk Out Sidang Gugatan Presiden di PTUN Samarinda Berujung Somasi ke Mahkamah Agung
Aksi Walk Out Sidang Gugatan Presiden di PTUN Samarinda Berujung Somasi ke Mahkamah Agung

SAMARINDA – Tiga penggugat Presiden Jokowi yang hadir saat sidang di PTUN Samarinda, Kalimantan Timur, tiba-tiba beranjak dari meja pelawan dengan kesal, Selasa (27/04).

Aksi walk out mereka dipicu hak ingkar yang mereka ajukan tak digubris majelis hakim padahal hak ingkar adalah hukum dan wajib di patuhi.

Ketua majelis hakim yang memimpin sidang, Aning Widi Rahayu tetap melanjutkan sidang tanpa diikuti para pelawan atau para penggugat presiden.

Mulanya, Aning membuka sidang sekitar pukul 10.30 Wita.

Satu persatu Aning memanggil para kuasa para terlawan yang digugat yakni Presiden, Polri, Polda, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Tinggi, tak satu pun yang tampak.

Hanya, Kuasa dari Ketua PTUN Samarinda sebagai tergugat 6 yang hadir dalam sidang perkara nomor 11/PLW/TF/2021/PTUN SMD atas penetapan dismissal nomor 11/PEN-DIS/TF-2021/PTUN.SMD di PTUN Samarinda tersebut.

Dari meja pelawan, salah satu penggugat, Hanry Sulistio mengutarakan pendapat ke majelis hakim.

“Perlu yang Mulia ketahui, bahwa kami sudah melakukan somasi ke Mahkamah Agung atas persoalan ini,” ungkap Hanry seraya mempersilahkan rekannya disamping, Faizal Amri membacakan surat somasi tersebut dihadapan para majelis.

Faizal membacakan surat somasi, kurang lebih setengah halaman, ia menyerahkan ke rekannya Abdul Rahim yang ada di sebelahnya bergantian membaca.

Rahim dengan suara lebih tinggi mengeja setiap kalimat dalam somasi tersebut. Suara tinggi Rahim memecah suasana hening sidang, menjadi lebih tegang. Para hadirin memperhatikannya.

Isi dari somasi tersebut, intinya meminta Mahkamah Agung RI harus bertanggungjawab atas hak ingkar penggugat yang tak diakomodir hakim.

Padahal, permintaan pergantian majelis hakim yang menangani perkara itu wajib dilaksanakan  karena Ketua PTUN Samarinda telah menjadi tergugat.

“Kalau enggak kami anggap sidang ini tidak sah. Karena majelis melanggar Pasal 17 ayat 5 UU 48/2009 tentang Kekuasaan kehakiman,” tegas Rahim.

Dalam Pasal tersebut, kata dia, hakim yang memiliki kepentingan dalam perkara tersebut wajib mengundurkan diri atau pun atas permintaan para pihak.

“Jika majelis tetap dengan sikapnya maka kami walk out dari sidang ini,” Hanry menambahkan seraya meminta pendapat majelis hakim.

“Kami tetap dengan sikap kami, silahkan kalau mau walk out,” jawab Aning singkat.

Tanpa pikir panjang, ketiga penggugat, Hanry, Rahim dan Faizal langsung beranjak dari kursi pelawan, mereka tak mengikuti sidang lanjutan.

“Kami tidak akan mengikuti sidang lagi, sampai Mahkamah Agung menjawab somasi kami,” tegas Hanry.

Hanry menuding para majelis yang mengadili perkara mereka sebagai pelanggar UU.

“Sifatnya pengkhianatan terhadap konstitusi dan memperkosa hak hukum kita sebagai pelawan. Ini hakim melaksanakan tugas yudisial tidak berdasarkan Pancasila, tetapi berdasarkan kepentingannya sendiri,” tuding Hanry.

Abdul Rahim mengatakan hakim yang menetapkan penetapan dismissal adalah tergugat 6 atas kepentingan pribadinya, jelas itu melawan hukum Pasal 17 ayat 5 UU 48 Tahun  2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Seharusnya hakim tidak membuat gaduh dan menjaga integritas lembaga yudikatif, kalau hal seperti ini dibiarkan maka akan merusak marwah dan akhirnya masyarakat tidak lagi percaya terhadap lembaga peradilan,” tegas dia.

Faizal menambahkan, majelis hakim yang mengadili perkara perlawanan tidak tunduk pada Pasal 17 ayat 5 UU Kekuasaan Kehakiman, maka dapat dipastikan ulah hakim, lanjut dia, bisa mengkebiri hak-hak penggugat, salah satunya dirinya dan rekannya.

“Kami melakukan walk out adalah bentuk sikap tegas para penggugat menolak hakim dan tetap menunggu sikap Mahkamah Agung untuk menyikapi hak ingkar kami. Dan jika belum ada penyelesaian persoalan tersebut kami mengambil sikap menolak sidang abal-abal tersebut,” tutup Faizal. (Fran)