Beri.id, SAMARINDA – Aliansi Kaltim Bersatu (AKB) membantah tudingan Polda Kaltim soal gerakan yang ditunggangi seperti yang salah satu disebutkan adanya indikasi kelompok anarko.
“Aparat selalu cari cara dan celah untuk mengubah pandangan masyarakat, seolah ini gerakan dipolitisasi, justru gerakan ini murni dengan jumlah massa yang besar ini membuktikan bahwa kekuatan berada ditangan rakyat,” kata Humas Aksi Aliansi Kaltim Bersatu Yohanes Richardo N.W.
ia menegaskan bahwa saat ini rakyat semakin sadar dan semakin resah untuk berlawan rezim yang menindas melalui produk hukum tidak berpihak terhadap rakyat tertindas, “jadi tidak ada seperti yang dituduhkan,”tegas Ricardo.
Sebelumnya Polda Kaltim melalui Kapolda Kaltim Irjen Pol Priyo Widyanto menyebutkan ada indikasi paham tertentu yang menyusup pada aksi mahasiswa di Samarinda dengan ciri ciri adanya lambang kelompok tertentu, aksi vandalisme hingga anjuran menggunakan pakaian hitam.
Ricardo juga membantah segala tudingan itu, ia menyebutkan bahwa ada konsolidasi sebelum aksi dimulai. Disebutnya pada aksi AKB jilid II pihaknya bersepakat untuk mengenakan seragam hitam serentak dan menggunakan atribut organisasi karena mengantisipasi ketika barisan disusupi oleh kelompok provokator.
“Kita mencegah adanya kelompok provokator sehingga bersepakat dalam aksi kedua mengenakan seragam hitam untuk massa aksi dengan atribut masing-masing lembaga, namun kita juga saat dilapangan mengalami kendala dalam mengatur banyaknya massa yang hanya berpartisipasi dan simpati saat aksi berlangsung,”paparnya.
Saat aksi, para mahasiswa juga menolak segala bentuk mediasi bersama anggota DPRD Kaltim. Ricardo menyebutkan bahwa upaya dari AKB adalah masuk kedalam gedung tanpa keterwakilan melainkan massa aksi secara keseluruhan.
“Itu sebagai bentuk mosi tidak percaya terhadap pemerintah hari ini, kita harus menduduki kantor DPRD Kaltim tanpa kompromi, negosiasi, mediasi, dan audiensi,” tuturnya.
Selaku Humas aksi ia juga mengecam tindakan diskriminasi, represif, penangkapan, dan intimidasi terhadap massa aksi yang dilakukan oleh kelompok TNI, Polresta Samarinda dan beberapa orang tak dikenal sempat mengancam masa aksi saat berlangsung mal hari dengan senjata tajam (parang).
“Mulai dari aksi jilid I sampai III kita selalu dipukul mundur, ditembak gass air mata, water canon, penangkapan terhadap pelajar, kami mendapatkan ancaman, korban masa aksi juga meningkat berjatuhan dimana-mana. Di aksi ketiga melebihi dari 400 lebih yang mengalami cidera, walau sejauh ini kita masih mengumpulkan sampel-sampel data dari tiap masing-organisasi dan tim medis aliansi,”bebernya
Terakhir, Richardo berharap agar negara mestinya berlaku adil dan memberikan perlindungan terhadap warga negaranya salah satunya memberikan kebebasan berekspresi, dan berkumpul sebagaimana disebutkan dalam pasal 28E ayat (3) UUD.
“Kami mengecam segala bentuk ancaman dan segera usut tuntas pelaku pemukulan, represi, intimidasi dan diskriminasi terhadap massa aksi,”tutupnya.
(*)