Bencana Sumatera–Aceh Jadi Alarm Keras, Andi Harun: Samarinda Siaga Anomali Cuaca

Wali Kota Samarinda Andi Harun. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Peringatan cuaca ekstrem yang mulai sering muncul dalam beberapa pekan terakhir membuat Pemerintah Kota Samarinda kembali menegaskan urgensi kesiapsiagaan seluruh elemen masyarakat.

Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menilai bahwa dinamika iklim yang semakin tidak menentu bukan lagi sekadar isu teknis, melainkan persoalan tata kelola lingkungan yang sudah menumpuk selama puluhan tahun.

Andi Harun menegaskan bahwa ancaman banjir dan tanah longsor tidak bisa lagi dihadapi hanya dengan mengandalkan pembangunan drainase, normalisasi sungai, atau program teknis lain yang biasa dilakukan pemerintah.

Ia menyebut, kejadian banjir besar di Sumatera dan Aceh, yang dalam beberapa hari terakhir menjadi sorotan nasional, adalah gambaran telanjang tentang bagaimana kerusakan ekologis memperparah dampak cuaca ekstrem.

“Kita berdoa agar prediksi-prediksi cuaca itu tidak seburuk yang dibayangkan. Tapi peristiwa di Sumatera dan Aceh memberi kita pelajaran besar. Bahwa mengatasi banjir dan longsor tidak cukup dengan pendekatan teknis. Ada tangan-tangan yang sejak lama merusak keseimbangan alam,” tegasnya, Jumat (5/12/2025).

Lanjutnya, Kalimantan Timur, khususnya Kota Samarinda, tidak berada jauh dari risiko serupa. BMKG sudah memberi peringatan, riwayat banjir dan longsor di Kaltim sudah terjadi berulang, dan kondisi alam yang semakin tidak stabil adalah sinyal bahwa mitigasi harus melibatkan semua pihak, tanpa kecuali.

Ia menambahkan bahwa ia sedang menyiapkan tulisan akademik sebagai kontribusi pemikiran yang dapat diperdebatkan di ruang publik.

Tulisan ini, menurutnya, akan menjadi refleksi ilmiah tentang bagaimana bencana hidrometeorologi harus dipandang sebagai hasil akumulasi kebijakan ruang, perilaku eksploitasi, hingga rendahnya kesadaran ekologis masyarakat.

Di tengah situasi ini, Andi Harun menyampaikan dua imbauan tegas kepada warga.

Pertama, bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan longsor, kewaspadaan harus ditingkatkan.

Bahkan, jika memungkinkan, warga sudah mulai mempertimbangkan opsi mencari tempat tinggal alternatif sebelum kejadian anomali cuaca terjadi secara tiba-tiba.

“Kita tidak tahu kapan anomali terjadi. Jadi bagi warga di zona rawan, kesiapsiagaan itu wajib,” ujarnya.

Kedua, untuk wilayah rawan banjir, ia menegaskan bahwa keterlibatan masyarakat sangat penting.

Program pemerintah terus berjalan, namun kemampuan teknis pemerintah sering kali tertinggal dibanding cepatnya kerusakan ekosistem yang terjadi akibat ulah manusia.

“Tidak mungkin pemerintah bekerja sendiri. Kerusakan lingkungan itu terjadi lebih cepat daripada kemampuan program teknis mengatasinya. Karena itu kita harus duduk bersama,” tutupnya. (lis)