Cerita Cinta dari Desa Mulawarman

Oleh: Mahabrother

KUKAR – ‘Kehadiran Dewa Bathara Kala mengusik keintiman antara Dewi Sri dengan warga desa. Dewa Bathara Kala datang dengan penuh tipu muslihat. Berkat bisikan serta rayuannya kepada warga agar diperbolehkan untuk tinggal di Desa tersebut akhirnya disetujui. Tentu saja dengan terlebih dahulu menebarkan janji untuk menolong warga agar mereka lebih sejahtera dari kehidupan yang sekarang.

dprdsmd ads

Upaya Dewi Sri untuk meyakinkan warga agar tetap dengan kehidupan mereka yang meski hanya bertani namun tetap bahagia pun sia-sia. Hari demi hari, Dewi Sri semakin risih tatkala merasa terus saja diawasi oleh Dewa Bathara Kala. Dewi Sri dilanda kecemasan karena ia faham betul tentang perangai buruk Dewa Bathara Kala dengan kebiasaannya memangsa manusia, kebiasaan yang kemudian lambat laun ia perlihatkan. Menebar teror ketakutan pada warga desa. Dewi Sri tidak bisa berbuat apa-apa lagi, tanah yang tadinya menjadi tempat ia dan warga desasaling berbagi kasih, tempat ia mencurahkan segenap cintanya, kini semakin hari semakin berkurang karena oleh warga dijadikan persembahan pada Dewa Bathara Kala.

Persembahan yang diberikan demi keselamatan mereka, mereka berharap persembahan itu bisa meredam amarah, menghentikan segala ancaman dari Dewa Bathara, yang kerap kali memberikan ancaman menghilangkan hingga menghancurkan seluruh desa dan segenap isinya.

Waktu terus berlalu dengan iringan ratap pilu warga dari rumah yang satu kerumah yang lain. Dewa Bathara Kala tak juga pergi sementara tanah-tanah warga desa sudah nyaris habis. Hingga akhirnya kini hanya tersisah beberapa hektar tanah saja lagi yang bisa dipakai oleh warga berkeluh kasih dengan Dewi Sri, bahkan warga terpaksa mendatangi Dewa Bathara Kala untuk meminjam beberapa bidang tanah lagi agar bisa mereka pakai.

Permintaan Warga dipenuhi tetapi dengan syarat, nantinya hasil panen padi untuk dibeberapa tanah sebagian harus dipersembahkan kepada Dewa Bathara. Syarat yang tentu saja tidak bisa ditolak oleh warga. Namun kekejaman Dewa Bathara tidak sampai disitu, Ia semakin menjadi, bertindak semaunya.

Suatu ketika saat masa panen kurang seminggu lagi, Dewa Bathara mengamuk, menghancurkan hasil jerih payah warga. Padi yang tadinya tumbuh begitu mempesona diratakan begitu saja dengan tanah, Dewa Bathara Kala tidak perduli dengan jerit tangis warga yang memohon belas kasih meminta agar diperbolehkan memanen padi mereka yang tinggal seminggu lagi.

Dikejauhan terlihat Dewi Sri mencoba menyeka air matanya yang tak kunjung berhenti mengucur deras dibalik 2 kelopak matanya yang indah. Ia terisak menyaksikan pemandangan yang begitu memilukan.

Akhir tahun, mengantarkan warga desa ke tahun yang baru. Tak ada pesat kembang api, tak ada yang duduk bersila, melingkar dengan wajar sumringah. Desa dirundung duka. Sementara itu, Dewi Sri dengan segenap cinta dan kesetiaannya senantiasa tetap hadir membersamai kehidupan warga desa. Meskipun ia tidak bisa berbuat banyak untuk melindungi warga dari kekejaman Dewa Bathara yang semakin beringas, Ia masih tetap menemani warga desa, dengan beberapa petak tanah yang belum dijadikan persembahan serta tanah-tanah yang dipinjam dari Dewa Bathara Kala.

Dewi Sri tetap menunjukkan serta membagikan kasih sayangnya, mencurahkan segenap cintanya meski dengan perasaan yang tercabik. Ia berjanji tidak akan meninggalkan Desa yang malang dengan segenap warga yang ia cintai itu sampai datang pertolongan untuk menyelamatkan desa dan warganya.

Kepada warga desa, Dewi Sri dengan segala kemampuannya selalu berusaha menghibur warga desa agar tetap tegar, tetap bahagia meski ia sangat mengerti bahwa kebahagiaan yang ia harapkan kehadirannya itu untuk saat ini hanyalah mimpi belaka, namun Ia tidak mau menyerah begitu saja. Setiap hari, ia berkeliling desa, menjumpai warga, menyebarkan semangat agar tetap bertahan sembari menanamkan keyakinan untuk tidak menyerah begitu saja, ia berusaha meyakinkan warga bahwa sekecil apapun perjuangan mereka, pasti akan memberikan hasil yang baik yang bisa mereka semua nikmati nantinya.

Dewi Sri terus berusaha menguatkan perjuangan warga, mengingatkan mereka untuk percaya dengan kekuatan yang mereka punya.

“Jika perjuangan kalian nantinya tidak bisa kalian nikmati hasilnya, setidaknya hasilnya akan dinikmati oleh keturunan kalian, bahkan jika memang pada suatu hari nanti kalian terpaksa harus meninggalkan desa karena sumur tidak bisa lagi mengeluarkan air bersih, udara sudah menjadi racun yang membahayakan kandungan para Ibu, rumah kalian yang sewaktu-waktu bisa roboh itu tak bisa lagi menjadi tempat yang aman untuk kalian tinggali, tanah-tanah disekitar sudah tidak ada lagi yang bisa dijadikan tempat menyambung hidup, jalan-jalan yang biasanya kalian lewati sudah dipenuhi ancaman untuk anak-anak kalian saat berangkat dan pulang sekolah, maka tinggalkanlah desa ini, tinggalkan tapi tidak dengan kepala yang tertunduk. Tinggalkanlah, Melangkah lah dengan kepala tegak, karena kalian sudah menjadi pemenang. Bangga lah dengan apa yang kalian perjuangkan, karena perjuangan kalian akan menjadi catatan perjuangan yang akan dibaca oleh segenap manusia diseluruh penjuru dunia.

Jadikan sejarah kehidupan kalian disini, sejarah Desa Mulawarman sebagai alarm yang menjadi pengingat bagi desa-desa, bagi daerah-derah lainnya untuk selalu waspada dan tidak mudah terbujuk rayuan Dewa Bathara Kala. Desa Mulawarman akan dan harus menginspirasi desa-desa lainnya untuk selalu siaga terhadap kehadiran Dewa Bathara Kala, dimana warga-warga desanya dengan penuh gagah berani serentak turun ke jalan, bergegas berdiri dimuka, mengepalkan tinjunya ke udara, mengencangkan simpul perlawanannya, melantangkan suara pekik perjuangan sebelum akhirnya mengakhiri segala angkara, mengembalikan Dewa Bathara ke asalnya hingga tak ada lagi tanah di muka bumi ini yang menjadi tempat tinggalnya, meskipun hanya sejengkal yang menjadi tempat kakinya berpijak” Pesan Dewi Sri kepada segenap warga Desa Mulawarman.

Setiap hari Dewi Sri memanjatkan doa meminta hadirnya bala bantuan untuk Desa Mulawarman. Siapapun itu, apakah Arjuna dengan saudara-saudaranya, Bisma, Hanoman, Gatot Kaca, Karna, siapapun ia harapkan untuk segera datang, menggabungkan diri dengan warga desa beserta perjuangan-perjuangannya, Dewi Sri menunggu di Desa Mulawarman.

“Kita selamatkan, apa yang bisa kita selamatkan. Kita akhiri dengan cara apapun untuk mengakhiri” Tutup Dewi Sri.