BERI.ID – Salah satu tantangan utama dalam penataan Pasar Pagi adalah struktur asetnya sebagai Barang Milik Daerah (BMD).
BPKAD berperan sebagai pengelola aset, Dinas Perdagangan sebagai pengguna gedung, dan Dishub sebagai pemegang otoritas parkir.
Pola ini menuntut koordinasi intens, terutama ketika harus menyiapkan lelang yang transparan dan akuntabel.
Model pembagian kewenangan ini membuat dokumen lelang harus disusun lebih hati-hati agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan di kemudian hari.
Dishub bersama BPKAD saat ini menyusun kerangka lelang yang jauh lebih profesional.
Mulai dari Term of Reference (TOR), perhitungan potensi pendapatan, analisis kebutuhan investasi, hingga standar pelayanan minimal.
Penyusunan dokumen menjadi titik krusial untuk memastikan operator berikutnya memiliki kapasitas memadai, sekaligus menjamin pendapatan daerah.
“TOR, potensi pendapatan, tarif, semuanya disiapkan. Setelah rampung, barulah dilakukan lelang oleh pengelola barang dan jasa,” kata Kepala Dishub Samarinda, Hotmarulitua Manalu, Jumat (21/11/2025).
Sementara ini untuk mengisi kekosongan, Wali Kota Samarinda, Andi Harun memberikan mandat untuk Dishub Samarinda menjadi operator sementara, demi menjaga kesinambungan pengelolaan aset serta menghindari potensi hilangnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Dishub ditunjuk untuk mengisi kekosongan. Jadi selama menunggu proses lelang disiapkan, kami yang mengelola sementara,” ujarnya.
Nantinya, seluruh transaksi akan menerapkan sistem non-tunai menggunakan parking gate, untuk kendaraan roda dua dan roda empat.
Sistem ini berusaha menutup celah kebocoran dan meningkatkan efisiensi operasional.
“Arahannya sudah jelas, berbasis nontunai dan parking gate,” tegasnya.
Dishub juga menyiapkan desain parkir progresif untuk menekan penggunaan slot parkir yang berlebihan oleh pedagang yang sebelumnya kerap memonopoli ruang parkir.
“Pedagang yang lama-lama parkir diarahkan drop-off saja. Parkir progresif itu untuk mengatur okupansi,” ujar Hotmarulitua.
Berbeda dari beberapa area parkir modern lain yang memanfaatkan QRIS, Dishub memilih skema tap in–tap out berbasis kartu elektronik.
Alasan utama adalah efisiensi SDM sekaligus menghindari antrian panjang.
“Tidak pakai QRIS karena SDM kami terbatas. Cukup tempel e-money. Pengunjung harus jaga kartu itu, karena tanpa kartu tidak bisa keluar dari gate,” tuturnya.
Meskipun Dishub menjalankan peran operator sementara, pemerintah menegaskan bahwa pengelolaan jangka panjang tetap akan diserahkan kepada pihak ketiga.
Skema lelang sedang disusun BPKAD dan diproyeksikan akan selesai dalam waktu dekat.
Pemkot Samarinda menargetkan seluruh persiapan, baik sistem digital, skema tarif, hingga administrasi lelang, dapat diselesaikan dalam waktu singkat.
“Arahnya tetap pihak ketiga. Dishub hanya mengisi kekosongan,” tutup Manalu. (lis)







