Dua Orang Peserta Demo di DPRD Kaltim Ditetapkan Tersangka, Tim Kuasa Hukum Tempuh Jalur Praperadilan

SAMARINDA – Polresta Samarinda menetapkan dua orang tersangka diduga melakukan aksi anarkis saat demo tolak Omnibu Law UU Cipta Kerja didepan Gedung DPRD Kaltim, Pada Kamis (05/11) lalu.

Keduanya ditetapkan tersangka setelah petugas kepolisian mengamankan sembilan orang dari peserta aksi. Kapolresta Samarinda Kombes Pol Arif Budiman mengatakan, kedua mahasiswa tersebut ditetapkan sebagai tersangka karena telah memiliki alat bukti, satu diantaranya diduga membawa senjata tajam.
Dua mahasiswa tersebut berinisial FR (24) dan WJ (22).

“Mereka membawa sajam jenis badik, didapati polisi badan FR saat diamanakan saat aksi,”ungkapnya, Jumat (06/11/20) siang.

Selain sembilan masa aksi tersebut, tidak menutup kemunkinan jumlahnya akan bertambah. Disebutnya masih banyak masa aksi yang melakukan kejadian serupa. Selain itu, sembilang orang yang sempat ditahan juga dilakukan Rapid test Covid-19. Satu diantaranya hasilnya reaktif. Kemudian juga dilakukan tes Narkoba namun hasilnya belum keluar.

Menanggapi hal tersebut, tim advokasi untuk demokrasi Kaltim menyampaikan, hingga mereka memberikan keterangan, Jumat (06/11) waktu malam melalui aplikasi Zoom. Sudah ada 12 peserta aksi yang diamankan Petugas Kepolisian.

Saat para peserta aksi diamankan, pihaknya sebagai kuasa hukum ditolak aparat kepolisian untuk menemui mereka (peserta aksi).

Salah satu kuasa hukum Bernard Marburn dari LBH Samarinda menyampaikan, pihaknya baru dijinkan setelah malam harinya.

“Kata aparat mereka sedang melakukan proses interogasi, padahal seharusnya kami bisa mendampingi mereka. Kami bingung, sebetulnya kepolisian ini menggunakan acara hukum pidana yang mana,’’heranya.

Mengenai barang bukti berupa badik yang dijadikan sebagai alat bukti penetapan tersangka. Bernard menyampaikan. Hasil dari pendampingan dari sejumlah informasi yang dia dapatkan berdasarkan pengakuan mahasiswa (tersangka). Tidak ada yang membawa Sajam ketika aksi berlangsung.

“Ketika FR ditangkap, lalu dibawa ke DPR, tiba-tiba tiba yang teriak dari jauh kalau dia (mahasiswa) bawa badik. Bagaimana mungkin, tidak membawa sajam lalu tiba-tiba ada sajam,”heranya.

Dari hal tersebut, Bernard memastikan pihaknya akan perjuangkan seperti apa yang disampaikan saudara FR. Seperti hasil pendampingan dari advokasi mereka.

Menurut hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kata dia, sajam itu tidak ditemukan dibadan, tetapi ditemukan dengan jarak sekitar delapan meter.

Lebih lanjut Bernard menjelaskan, dari temuan hasil advokasi, didapati banyak peserta aksi yang alami luka lebam, sebagian lainya ada yang digunduli. “Apa korelasi ini. Oke kepolisian punya argumen untuk melakukan pengamanan. Tapi SOP mana yang mereka terapkan. Ini yang menjadi fakta yang kami temukan dilapangan. Ini bukti tindakan represif dilapangan dalam mengamankan jalanya aksi,”bebernya.

Sementara dari kuasa hukum lainya, Indra, SH dari LBH Persatuan menduga kepolisian tidak menjalankan Protap dalam mengamankan masa aksi. Menurut dia, tidak boleh pengamanan dilakukan secara brutal.
Olehnya itu, dari dua lembaga bantuan hukum yang mendampingi mahasiswa, akan melakukan praperadilan mengenai sah dan tidaknya penahanan yang dilakukan terhadap dua tersangka. Namun sebelumnya akan dilakukan gelar perkara terlebih dahulu.

“Kami akan uji melalui mekanisme proses praperadilan,”ucap Indra.

Dari hasil komunikasinya lanjut dia, penganiayaan seperti yang dituduhkan adalah bentuk spontanitas masa aksi atas reaksi yang terjadi ketika terjadi pembubatran melalui watercanon.

Sementara Humas aksi Richardo menyampaikan bahwa semua kejadian tersebut sebagai tuduhan tanpa dasar. Karena pihaknya justru yang mendapat banyak aniaya.

“Dilapangan jelas bahwa teman kami dipukul bahkan dibotakin. Justru aparat kepolisin mencoba mencari cara bahwa kami sebagai pelaku yang membawa sajam. Itu bukan kelompok kami,”katanya.

Tidak sedikit beber Richardo, teman mereka justru sengaja diamankan oleh sejumlah aparat kepolisian yang menyamar jadi wartawan.

Buntut dari penahanan tersebut, dari aliansi Mahakam mengancam akan melakukan aksi solidaritas bila sejumlah teman mereka belum juga dikeluarkan.

“Tekanan tetap akan kami lakukan, dan kami katakan bahwa tindankan ini sangat kejam, ini sebagai bentuk duka cita terhadap demokrasi kita,”urainya.
(Fran/as)

Exit mobile version