Dua Pekerjaan Tambahan di Pasar Pagi Ini Sebabkan Peresmian Molor

Pekerjaaan Tambahan, yakni koridor penghubung Pasar Pagi–Citra Niaga yang terkoneksi hingga Masjid Darussalam, yang belum rampung. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Secara fisik, saat ini revitalisasi Pasar Pagi Samarinda, terutama bangunan utamanya telah rampung dan siap difungsikan.

Hal itu disampaikan Wali kota Samarinda, Andi Harun, dimana peresmiannya, kata dia, tertahan bukan karena konstruksi, melainkan karena dua pekerjaan tambahan dan pembenahan total tata kelola pasar yang selama ini rawan praktik pengalihan aset dan percaloan.

Pihaknya tidak ingin mengulang model lama yang menyebabkan pemerintah kehilangan kendali atas aset pasar, sementara pedagang terjebak dalam sistem yang membiarkan percaloan berkembang secara terbuka.

Dua pekerjaan tambahan, yakni koridor penghubung Pasar Pagi–Citra Niaga yang terkoneksi hingga Masjid Darussalam serta pemasangan saluran air dan crossing di Jalan Ke Haji Khalid, sebenarnya tidak berpengaruh langsung pada operasional pasar.

Begitu juga pagar baru di Jalan Pandai yang bertujuan mengatur arus logistik dan kenyamanan warga sekitar.

Secara teknis, pasar sudah dapat beroperasi.

“Hanya saja selama ini ada celah yang membuat lapak bisa dialihkan berkali-kali seolah-olah itu milik pribadi. Padahal pemilik aset adalah pemerintah. Ini yang akan kita hentikan,” tegas Andi Harun.

Oleh karenanya Pemkot memilih menunda peresmian, karena yang ingin dibereskan bukan sekadar infrastruktur, tetapi tata kelola yang selama dua dekade lebih dibiarkan berjalan tanpa disiplin administrasi yang tegas.

“Peresmian bukan soal fisik bangunan. Yang kita siapkan adalah sistem. Kita ingin pasar ini dikelola jauh lebih modern,” kata Andi Harun.

Pemkot kini tengah menyiapkan sistem digitalisasi yang akan menjadi fondasi baru pengelolaan Pasar Pagi.

Hak penggunaan lapak yang selama ini ditandai dengan cara-cara konvensional akan diganti dengan sistem pencatatan digital, sehingga seluruh pergerakan aset tercatat dan bisa diawasi publik.

Andi Harun menilai akar masalah pasar-pasar tradisional di Samarinda adalah minimnya transparansi, yang memunculkan ruang gelap bagi praktik jual-beli kios dan percaloan.

“Nanti masyarakat bisa ikut mengawasi. Dengan sistem digital, kita bisa hentikan percaloan dan hentikan pola pengalihan aset yang merugikan pemerintah maupun pedagang,” ujarnya.

Pemkot juga menyadari bahwa kebiasaan lama tidak bisa dipotong begitu saja.

Banyak pedagang yang selama bertahun-tahun menganggap kios adalah milik pribadi karena membeli dari perantara yang tidak memahami status hukum aset.

“Ini butuh waktu. Edukasi harus pelan-pelan karena kita sedang mengubah kebiasaan puluhan tahun,” tambahnya.

Revitalisasi Pasar Pagi bukan hanya soal bangunan baru, tetapi membangun ulang cara pasar bekerja, distribusi barang yang teratur, koridor pejalan kaki yang jelas, zona bongkar muat tertib, serta integrasi pasar dengan kawasan sekitarnya seperti Masjid Darussalam dan Citra Niaga.

Pemkot juga memastikan seluruh komisioning dan fasilitas teknis sudah siap, termasuk jaringan untuk pemasangan AC di tiap kios.

“Sambungannya kita siapkan. Kalau pedagang mau pakai AC, itu pilihan mereka. Tapi infrastruktur dasarnya sudah lengkap,” tandas Andi Harun. (lis)