BERI.ID – Bendahara Yayasan Forum Jalinan Persaudaraan Kalimantan (FJDK) Samarinda, Ayu angkat bicara terkait kasus dugaan kekerasan terhadap balita NJ (4) yang sebelumnya diasuh di panti mereka.
Ia menyebut keterbatasan sumber daya dan absennya dukungan negara sebagai akar lemahnya sistem pengasuhan yang kini menjadi sorotan.
Ditegaskannya, selama ini yayasan merawat puluhan anak dan lansia tanpa dukungan anggaran tetap dari pemerintah, termasuk tanpa donatur besar.
Operasional yayasan, katanya, hanya bergantung pada iuran pribadi dan uluran tangan masyarakat. Dalam kondisi seperti itu, pelayanan ideal terhadap anak-anak berkebutuhan khusus menjadi tantangan besar.
“Kami bukan tidak peduli. Tapi tanpa dukungan sistem dan pendanaan memadai, kami hanya bisa berusaha sebaik mungkin dengan keterbatasan yang ada,” ujar Ayu saat ditemui di Gedung DPRD Samarinda, Rabu (2/7/2025).
Keterangan itu disampaikan menyusul sorotan tajam publik terhadap kondisi NJ, seorang balita dengan disabilitas ADHD dan epilepsi, yang ditemukan dalam kondisi memprihatinkan setelah kembali dari yayasan.
NJ ditemukan oleh Reni Lestari, orang tua asuh yang menerima kuasa pengasuhan dari ibu kandungnya, dengan luka-luka di tubuh, benjolan besar di kepala, dan mengalami kejang berulang.
Ayu menegaskan bahwa luka yang diderita NJ bukan akibat kekerasan, melainkan akibat dirinya sendiri yang kerap membenturkan kepala karena tantrum ekstrem akibat kondisi epilepsi.
“Kami sudah sampaikan ke keluarganya. Bahkan dari awal kami persilakan untuk mengambil kembali NJ jika merasa tidak cocok dengan pola pengasuhan kami. Tapi itu tidak dilakukan,” tuturnya.
Ia juga menyebut bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap peran negara dalam sistem perlindungan anak, terutama yang diasuh oleh lembaga swasta.
Menurutnya, tudingan terhadap panti asuhan tanpa memperhitungkan kondisi faktual dan sistemik hanya akan memperburuk stigma dan mempersempit ruang gerak lembaga sosial yang selama ini mengisi kekosongan peran negara.
“Kalau semua salah diarahkan ke panti, sementara negara tidak hadir memperkuat, siapa yang nanti mau bertahan merawat anak-anak seperti NJ?” katanya.
Ditemui dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum keluarga NJ, Antonius, menyatakan masih menunggu hasil visum dari rumah sakit untuk memperkuat bukti hukum. Ia memastikan bahwa langkah-langkah hukum akan tetap diupayakan secara profesional dan sesuai prosedur.
“Kami berharap kasus ini ditangani dengan objektif, demi kepentingan terbaik bagi anak,” tandasnya.
Proses hukum terhadap NJ saat ini masih bergulir. Namun lebih dari itu, kasus NJ telah memperlihatkan bahwa sistem perlindungan anak di level lokal masih jauh dari ideal. (lis)