BERI.ID – Politikus senior PDI Perjuangan Izedrik Emir Moeis, yang juga Ketua Umum Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) meluncurkan buku terbarunya berjudul “Marhaenisme: Visi Sosialisme Indonesia”, di Cafe Vloory, Jalan Anggur, Samarinda Ulu, Senin (11/8/2025) malam.
Acara ini digagas oleh GPM Kaltim dan dihadiri para kader, akademisi, serta tokoh muda.
Emir menegaskan, buku ini ditulis bukan hanya untuk anggota GPM, tetapi untuk seluruh generasi muda Indonesia.
“Buku ini saya buat untuk seluruh generasi muda bangsa Indonesia. Supaya mereka tahu apa itu Marhaenisme dan bagaimana ideologi ini melahirkan Pancasila,” kata Emir.
Dalam diskusi, Emir menjelaskan bahwa marhaenisme dalam konteks perjuangan Bung Karno adalah cita-cita untuk memperjuangkan rakyat miskin, melawan keserakahan kapitalisme, dan membangun keadilan sosial.
Ia menolak keras stigma bahwa marhaenisme identik dengan PKI.
“Itu propaganda Orde Baru dan Barat. PKI itu satu hal, marhaenisme hal lain. Bahkan di marhaenisme kita tetap mengadopsi demokrasi,” tegasnya.
Emir menuturkan, ada tiga pesan utama dalam bukunya. Pertama, mengajak generasi muda mengenal dan memahami marhaenisme sebagai ideologi asli Indonesia.
Kedua, menyadarkan kekayaan bangsa, baik sumber daya alam maupun nilai ideologis.
Ketiga, menghidupkan kembali ingatan sejarah yang hilang.
Ia mencontohkan capaian era Bung Karno, seperti pembangunan Monumen Nasional, Gelora Bung Karno, Jalan Raya Samarinda–Balikpapan, Konferensi Asia Afrika, Gerakan Non-Blok, hingga penyelenggaraan Asian Games dan Ganefo, semuanya dengan APBN yang terbatas.
“Negeri kita kaya. Masalahnya, kita tidak sadar dan tidak merata dalam membagi kekayaan itu,” ujarnya.
Buku ini akan dibagikan gratis ke perguruan tinggi, termasuk Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) dan Universitas Mulawarman (UNMUL), serta kemungkinan dibuat dalam versi PDF untuk diakses publik.
Emir mengakui kontennya cukup “dalam”, sehingga lebih cocok bagi mahasiswa atau kalangan akademik dibanding pelajar SMA.
“Saya ingin mahasiswa membaca dan memahami, lalu mengkritisi. Buku ini bukan untuk dijual, tapi untuk dibagikan,” katanya.
Emir berharap GPM Kaltim menjadi garda depan pengenalan marhaenisme di Kalimantan Timur, tidak hanya di ruang diskusi, tapi juga dalam kebijakan publik.
“GPM harus memperjuangkan ideologi ini lewat perda dan kebijakan DPRD. Kalau ada kader maju, dukung, tapi dengan kontrak politik, berjuang untuk rakyat dan marhaenisme,” tutupnya. (lis)