Gantung! Tuntutan Jurnalis Bontang Belum Ditandatangani Kapolres, Ini Tanggapan Kapolda Kaltim

Kantor Polres Bontang (ist)

BONTANG – Aksi solidaritas jurnalis Bontang merespon kekerasan dan pelecehan profesi jurnalis memang sudah digelar awak media Bontang pada 14 Oktober 2020 lalu.

Namun, sampai saat ini awak media Bontang masih menunggu sikap Kapolres Bontang terhadap tuntutan aksi yang dilakukan pada Rabu (14/10/2020) lalu.

dprdsmd ads

Surat pernyataan yang disodorkan korlap aksi, Romi Ali Darmawan pada saat itu ditangguhkan sementara sampai pihak Polres Bontang berkonsultasi dengan jajaran Polda Kaltim.

Untuk diketahui, awak jurnalis Bontang meminta Kapolres Bontang, AKBP Hanifa Martunas Siringoringo menandatangani surat pernyataan, sebagai bentuk dukungan terhadap penyelesaian kasus kekerasan yang dialami jurnalis, tak hanya di Kaltim namun di berbagai belahan Indonesia.

Juga bersedia menjamin keamanan jurnalis saat melakukan kerja-kerja jurnalistik pada unjuk rasa. Namun hingga kini belum ada kejelasan terkait hal tersebut.

Awak media Bontang serasa digantung pihak Polres Bontang. Hal itu sangat disayangkan  hampir seluruh awak media di Bontang, Kalimantan Timur.

“Kami terima kasih kepada Polres Bontang atas waktu dan kesempatannya kemarin. Namun situasinya saat ini ada hal-hal yang belum selesai, itu masih mengganjal di benak rekan-rekan pers. Bagaimana untuk tetap terus bermitra dengan pihak kepolisian,” ungkap Romi.

Saat Tribunkaltim.co melakukan konfirmasi kepada Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Ade Yaya Suryana mengaku telah mendengar aksi solidaritas yang dilakukan jurnalis Bontang beberapa waktu lalu.

Pada prinsipnya perwira polisi 3 bunga di pundak itu merespon positif atas aksi solidaritas yang dilakukan wartawan Bontang.

“Kami tentu sambut positif apa yang dilakukan teman-teman jurnalis bontang. Salam buat rekan-rekan di Bontang,” katanya, Senin (26/10/2020) melalui sambungan telepon.

Jurnalis pada saat aksi unjuk rasa secara profesional melakukan kerja-kerja pers yang dilindungi UU, begitu pun dengan kepolisian.

“Kita sama-sama melaksankan tugas, intinya sama. Polisi kaitannya dengan menjaga keamanan. Berkaitan dengan unjuk rasa. Wartawan sama juga, melakukan liputan,” ujarnya.

Namun, dari kedua belah pihak tentunya tak menginginkan adanya gesekan yang terjadi saat di lapangan. Dalam hal ini benturan antara Polri dan Pers. Namun, tak bisa ditampik masih saja terjadi hal tersebut di beberapa kesempatan unjuk rasa yang terjadi.

“Kalau ada hal-hal di luar itu, itu hal yang kita tak inginkan, baik dari petugas maupun jurnalis. Saya kira hal-hal seperti itu keniscayaan bisa terjadi, kapan saja dan dimana saja. Yang penting visi misi kita sama. Kondusifitas kamtibas wilayah paling utama,” jelasnya.

Disinggung terkait dengan surat pernyataan yang diutarakan Kapolres Bontang perlu dikonsultasikan ke Polda Kaltim, Kombes Ade Yaya mengaku belum mengetahui secara pasti.

“Belum (tahu). Nanti kita cek. Sampai saat ini belum,” ujarnya.

Sekadar mengingatkan, Polres Bontang hingga kini masih belum menandatangani 3 tuntutan yang dibawa Solidaritas Jurnalis Bontang.

“Kami tidak bisa tanda tangan sekarang, karena ada mekanisme yang harus dilalui, tapi kami tetap terima surat ini, secepatnya kami kabari,” kata AKBP Hanifa, disaksikan seluruh awak media yang hadir pada aksi 14 Oktober 2020 lalu.

Namun, hingga hari ini tak ada kabar dari janji itu. Kasubag Humas polres, Iptu Suyono saat ditemui beberapa waktu Lalu, pun mengatakan surat tersebut sudah masuk di Bagian Hukum Polda Kaltim.

“Itu sudah masuk di Polda Kaltim, untuk dibahas. Karena, kan, isinya menyangkut kelembagaan jadi kami tidak bisa asal tanda tangan,” kata Suyono.

Koordinator Aksi, Romi Ali Darmawan menilai, pihak Polres Bontang telah menganggap remeh surat tuntutan yang dibawa  massa aksi tersebut.

“Ini sangat disayangkan. Padahal subtansi dalam surat itu, sama saja dengan aturan yang seharusnya dijalankan,” ucapnya.

Menurutnya, ketiga poin tuntutan tak ada yang merugikan. Melalui aksi itu, para awak media, hanya ingin, Polres Bontang ikut menjamin keamanan jurnalis saat menjalankan kerja jurnalistik.

Karena lanjut dia, Aksi itu berangkat dari bentuk solidaritas kota Bontang, untuk para jurnalis yang mengalami tindak represif, saat menjalankan tugas meliput aksi Penolakan Omnibus Law beberapa waktu lalu.

“Ini juga tertera dalam Undang-undang, jadi sangat disayangkan kalau hal ini diulur-ulur. Artinya keberadaan Jurnalis dianggap tidak terlalu penting,” tandasnya.

Adapun Tiga tuntutan itu yang dimaksud meksud yaitu,

  1. Meminta Polres Bontang, Berkomitmen Untuk Selalu memberikan Perlindungan Hukum Kepada Jurnalis Saat Menjalankan Kerja-kerja Jurnalistik, sesuai dengan Ketentuan Undang-undang.
  2. Menyatakan Sikap, untuk ikut mengecam Seluruh Tindakan Represif dari Oknum, yang Melakukan represif Kepada Jurnalis saat Bertugas.
  3. Meminta Polres Bontang, Untuk Patuh pada Ketentuan Nota Kesepahaman antara Polri dan Dewan Pers. (Esc)