SAMARINDA – Laju arena politik nasional dengan jalan baru Undang-Undang Pemilu No. 7 Tahun 2017, mesti terus di dorong seimbang dengan kebutuhan penyadaran politik di masyarakat selaku tokoh penentu di arena demokrasi.
Sedari awal jalan nya pengesahan Undang-Undang ini memperlihatkan perbedaan keras di fraksi politik hingga walk out nya beberapa partai dalam penetapan nya. Arti nya kemungkinan timpang jalannya politik di arena pemilu hingga daerah punya peluang terjadi.
“Kita harus konsisten dengan peraturan yang di tetapkan,” ujar Hetifah Sjaifudian, Anggota DPR RI, saat sosialisasi Undang-undang baru tesebut di Samarinda, 25-26 Januari 2018.
Tahun politik ini juga menguji kemampuan partai politik dalam membuat produk nya, “Kita mau proses nya yang baik, tapi juga output nya juga baik, bukan cuman proses tapi juga orang-prang yang di hasilkan dari sistem pemilu itu mesti lebih baik, untuk itu partai politik mesti menyiapkan diri,” pungkas perempuan mantan ketua Alumni Planologi ITB ini.
Semangat mengawal memastikan pemilu untuk lebih baik, dan melibatkan aktif masyarakat untuk mengawasi, upaya bersama yang harus di mengerti oleh setiap warga Negara. “visi misi harus di pertimbangkan, jangan praktis,” ucap perempuan bergelar Phd, jebolan Flinder University Adelaide Australia.
Di arena pemilu ini juga Ia menyerukan, untuk tidak mempolitisir hak hidup. Seperti perdebatan LGBT yang di politisir hingga kriminalisasi. “Soal LGBT di politisir hanya uintuk mendapatkan suara, memproteksi kaum marjinal perempuan dan anak, mereka punya hak untuk hidup dan di lindungi,” Tegas Hetifah Sjaifudian
Indonesia itu membuat pengaturan itu dengan mempertahan prinsip universal, hak hidup jangan mudah terprovokasi dengan pernyataan yang mudah membuatkan tuduhan kelompok, “Jangan di anggap orientasi seksual sama dengan kejahatan seksual, orientasi bukan kriminal,” ucap nya. (Red)