Fenomena Kotak Kosong Pilkada di Kaltim, Bukti Minimnya Kaderisasi Parpol?

SAMARINDA – Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada di provinsi Kaltim sudah dipastikan ada dua daerah akan berlangsung dengan melawan kolom kosong. Kedua daerah itu adalah kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan kota Balikpapan.

Bagi Provinsi Kaltim, ini merupakan perdana selama berlangsungnya perhelatan Pilkada.

dprdsmd ads

Jelas saja, fenomena ini tidak terlepas dari adanya syarat ambang batas 20 persen dalam UU Pilkada. Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada menyebutkan bahwa Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD, atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Pada dua daerah di Kaltim tersebut, pasangan calon (Paslon) mengamankan hampir keseluruhan partai yang ada kursi di Parlemen.

Kabupaten Kukar misalnya, pasangan Edi Damansyah-Rendi Solihin mengamankan 9 partai politik dari 10 partai politik pemilik suara yang digunakan sebagai syarat untuk mendaftar di KPU.

Sementara kota Balikpapan, pasangan calon Rahmad Masud-Thohari Aziz juga mengamankan koalisi jumbo, yakni 8 dari 10 parpol.

Menanggapi fenomena itu, pengamat politik DB Paranoan mengatakan Partai politik telah menurunkan nilai demokrasi itu sendiri ketika tidak sanggup bersaing dalam perhelatan Pilkada lima tahunan ini.

“Seharusnya parpol mengkader orang-orangnya sehingga mampu bersaing terlebih di panggung pilkada,”kata dia dikonfirmasi pada, Rabu (9/9/2020).

Menurut Paranoan, sudah tentu setiap partai telah bersiap untuk suksesi Pilkada. Tetapi kelihaian dan kepandaian parpol, apalagi munculnya kota kosong, terkadang tidak mengindahkan etika demokrasi.

“Kalau demokrasi yang murni itu persaingan harus jelas, karena parpol itu punya kader – kader yang hebat. Oleh karena itu seharusnya parpol itu membangun demokrasi yang bagus,” ujar Paranoan.

Salah satu pertimbangan arah dukungan parpol adalah kekuatan dari calon itu sendiri. Sehingga daripada mengusung kader sendiri. Parpol memilih mengusung kader parpol lain.

Menurut guru besar Fisip Unmul itu, takut kalah menjadi salah satu pertimbangan juga. Namun bagi dia, dalam pesta demokrasi, partai politik harus berani bersaing. “itu baru demokrasi yang murni,” imbuhnya.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan Fenomena kotak kosong juga lantaran banyak parpol lari ke kader parpol lain sehingga demokrasi tidak berjalan baik.

“Itu tanda bahwa parpol tidak bisa melakukan kaderasisasi dan regenarasi untuk bersaing lima sampai 10 tahun kedepan, inilah kondisi politik saat ini” tambahnya.

Selain itu kata dia, Tanda-tanda lainnya karena ongkos untuk mendapat dukungan parpol cukup tinggi. Sehingga banyak orang-orang yang mampu namun terhalang minimnya modal dan enggan ikut serta.

Dirinya menilai, Politik saat ini terbilang masih sangat mahal. Karena alasan dana pembinaan, padahal ada anggaran pemerintah yang harusnya digunakan. Adanya fenomena ini tegas Paranoan justru pembangunan kedepan semakin tidak membuat kesejahteraan masyarakat.

“Jadi uang juga masih jadi segala – galanya. Uang masih dibutuhkan, kalau sudah Kotak Kosong inikan tidak ada lawan” imbuhnya.

Apapaun yang menjadi tontonan dalam pesta demokrasi ini, Akademisi Unmul itu berharap semoga Pemilu ke depan berjalan lancar.

(Fran)