Jukir Liar Akan Dirangkul Sistem Resmi, Pemkot Samarinda Mau Rapatkan Tiap Pekan 

Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Dinas Perhubungan Kota Samarinda, Didi Zulyani. (Foto: Lisa/ beri.id)

BERI.ID – Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Dinas Perhubungan Kota Samarinda, Didi Zulyani, menegaskan bahwa program parkir berlangganan, yang sedang digodok Pemkot bukan sekadar wacana, melainkan strategi untuk menata kota sekaligus memberantas praktik pungutan liar (pungli) yang selama ini meresahkan warga.

“Tim sudah menyusun skema yang dipaparkan ke Pak Wali, hanya saja beliau minta dibuat lebih spesifik dan rapi. Mulai minggu depan, tiap pekan akan ada rapat khusus agar perencanaan ini tidak jalan di tempat,” tegas Didi, di Halaman Balai Kota Samarinda, Rabu (6/8/2025).

Sistem Digital: Transparansi Jadi Kunci

Didi menjelaskan, pola pembayaran akan beralih ke metode digital dan non-tunai.

Retribusi parkir tidak lagi diserahkan langsung ke juru parkir, melainkan melalui sistem pembayaran yang terkoneksi dengan perbankan.

“Ini semua demi transparansi. Kami ingin pola pembayaran retribusi lebih aman dan akuntabel. Warga yang berlangganan akan mendapat kartu dan stiker khusus sebagai tanda resmi,” ujarnya.

Meski angka Rp1,48 juta per tahun untuk kendaraan tertentu telah mencuat, Didi menegaskan nominal tersebut masih menunggu pengesahan akhir.

Jukir Liar Akan Dirangkul, Bukan Dimusuhi

Salah satu isu paling sensitif dalam kebijakan ini adalah keberadaan juru parkir liar yang sering dikaitkan dengan kelompok tertentu dan dianggap sebagai biang pungli.

Didi menegaskan Pemkot tak ingin mengambil langkah konfrontatif, melainkan mengubah mereka menjadi bagian dari sistem resmi.

“Kami ingin merangkul, bukan menyingkirkan. Jukir existing akan kita rekrut, latih, dan bina agar menjadi bagian dari pemerintah. Dengan begitu, masyarakat tidak lagi menghadapi pungutan di luar aturan,” jelasnya.

Didi menyoroti fenomena di lapangan di mana sejumlah jukir yang sudah menyetor resmi ke pemerintah masih diwajibkan memberi setoran tambahan ke pihak tak bertanggung jawab.

“Inilah mata rantai pungli yang mau kita putus. Parkir berlangganan adalah jalannya,” tandas Didi.

Kolaborasi Aparat: Mengunci Celah Pungli

Pemkot Samarinda, kata Didi, tidak akan berjalan sendiri. Program ini akan menggandeng aparat penegak hukum seperti Satpol PP, TNI, dan Polri untuk memastikan kepatuhan aturan dan menindak tegas pelanggaran.

“Penegakan aturan harus tegas dan konsisten. Kolaborasi dengan aparat mutlak diperlukan. Kalau tidak, sistem yang bagus bisa runtuh hanya karena lemahnya pengawasan,” kata Didi.

Ia mengakui, banyak daerah lain yang mencoba menerapkan program serupa gagal karena pengawasan yang longgar dan pembiaran terhadap oknum jukir liar.

“Kita tidak boleh mengulangi kesalahan itu. Samarinda harus belajar dari pengalaman daerah lain,” sambungnya.

Harapan: Samarinda Bebas Pungli dan Lebih Nyaman

Didi menekankan, parkir berlangganan bukan semata soal retribusi, sebab program ini diharapkan menciptakan ekosistem parkir yang lebih tertib, meningkatkan kenyamanan warga, dan mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sistem yang transparan.

“Kalau semua ikut berlangganan, pungli akan hilang dengan sendirinya. Masyarakat pun bisa merasakan langsung manfaatnya, yaitu kenyamanan dan kepastian layanan,” tuturnya.

Di sisi lain, kebijakan ini lahir di tengah keresahan publik yang sudah lama gerah dengan maraknya pungli parkir.

Keluhan tentang jukir liar yang membebani warga dan lemahnya pengawasan pemerintah menjadi isu yang tak bisa lagi diabaikan.

Program parkir berlangganan diyakininya bisa menjadi momentum besar bagi Pemkot Samarinda untuk menunjukkan keseriusan memberantas pungli, sekaligus membangun kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah hadir memberi solusi nyata.

Namun, keberhasilan program ini bergantung pada konsistensi pelaksanaan, transparansi sistem, dan keberanian pemerintah menindak tegas praktik pungli yang masih bercokol di lapangan.

“Tanpa itu, parkir berlangganan berpotensi hanya menjadi jargon baru tanpa perubahan nyata,” tutupnya. (lis)