BERI.ID – Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Edwin Noviansyah, menegaskan bahwa tindakan penyegelan terhadap kantor PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim) di Samarinda merupakan konsekuensi dari ketidakpatuhan perusahaan tersebut terhadap regulasi yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Edwin menyebut, pihaknya sudah berulang kali memberi peringatan resmi.
“Sudah SP1, SP2, dan ini yang ketiga. Suka tidak suka, mau tidak mau, kita harus lakukan eksekusi,” tegas Edwin, usai penyegelan, di Jalan DI Panjaitan, Ruko Citraland, Kamis (31/7/2025).
Lanjutnya, Maxim terbukti melanggar Surat Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 100.3.3.1/K.673/2023 tentang Penetapan Tarif Angkutan Sewa Khusus di Provinsi Kalimantan Timur. Dalam SK tersebut, tarif minimal ditetapkan sebesar Rp18.800.
Namun, hasil pemantauan di lapangan menunjukkan Maxim memberlakukan tarif hanya Rp13.600.
“Mereka tidak mengikuti keputusan Gubernur Kaltim, tetapi berdalih mengikuti aturan Menteri. Padahal jelas, dalam peraturan Menteri Perhubungan, kewenangan penetapan tarif sewa khusus itu oleh Gubernur. Karena mereka beroperasi di Kaltim, maka wajib mengikuti aturan di sini,” jelas Edwin.
Ia menambahkan, Satpol PP sebelumnya telah memberi waktu 1×24 jam agar Maxim menyesuaikan tarif sesuai SK.
Hingga batas waktu yang ditentukan, perusahaan tidak menunjukkan itikad baik.
“Artinya, mereka tidak bisa memberi keputusan yang sesuai. Maka kami lakukan penegakan,” tegasnya.
Dengan tarif jauh di bawah SK, driver kehilangan potensi pendapatan yang layak. Sementara di sisi lain, konsumen diuntungkan dengan tarif murah, yang berpotensi memicu persaingan tidak sehat.
Edwin menegaskan bahwa eksekusi penyegelan tidak serta-merta bersifat permanen.
Jika Maxim menunjukkan kepatuhan dengan menyesuaikan tarif sesuai SK, kemungkinan kantor bisa kembali dibuka.
“Semua tergantung sikap Maxim. Kalau mereka patuh, tentu ada evaluasi. Tapi kalau tidak, kami tetap akan bertindak tegas,” bebernya.
Langkah Satpol PP Kaltim mendapat dukungan dari Aliansi Mitra Kaltim Bersatu (AMKB), yang menaungi para driver online lintas aplikasi.
Koordinator AMKB, yang terdiri dari Ivan Jaya, Lukman Nil Hakim, dan Yohannes Bregh menyampaikan pandangannya.
Ivan Jaya menegaskan pihaknya sejak awal mendorong agar perusahaan transportasi online mematuhi regulasi daerah demi melindungi penghasilan driver.
“Kantor operasional Maxim memang ditutup sementara, tapi aplikasinya masih jalan. Karena itu kami berharap Pemprov Kaltim memberi tekanan lebih, agar mereka benar-benar menaikkan tarif sesuai SK. Kalau dibiarkan, driver akan terus dirugikan,” tutur Ivan.
Senada, Lukman Nil Hakim, menegaskan AMKB tidak semata-mata menarget Maxim, melainkan membela kepentingan semua driver online.
“Kami membawahi teman-teman yang berprofesi sebagai driver online. Ini bukan sekadar protes aplikasi, tapi soal hak-hak driver yang harus dilindungi,” terang Lukman.
Sementara itu, Yohannes Bregh memastikan pihaknya siap mendampingi para driver Maxim yang terdampak penyegelan.
“Bagi teman-teman yang selama ini hanya bergantung pada Maxim, kita akan fasilitasi agar bisa beralih ke Grab atau Gojek. Jangan takut, kita tetap memperjuangkan hak-hak yang harus didapatkan,” tandasnya.
Hingga berita ini terbit, belum ada keterangan tertulis atau lisan dari pihak Maxim Samarinda atas penyegelan kantor tersebut. (lis)