SAMARINDA – Universitas / Perguruan Tinggi punya tanggung jawab yang besar dalam memberikan edukasi dan sosialisasi terkait pencegahan tindakan plagiarisme. Mengingat Universitas / Perguruan Tinggi merupakan salah satu produsen ilmu pengetahuan.
Kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan dikembangkan berdasar pada ilmu pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Sehingga tidak perlu ragu bagi siapapun (masyarakat akademis) kala menyusun sebuah karya ilmiah/karya tulis, untuk menyebutkan sumber rujukan. Hal ini harus dipahami sebagai kejujuran intelektual agar tidak menurunkan bobot karya tulis.
Sebutkan dengan jujur, sumber rujukan yang digunakan, atau melakukan kutipan. Hingga akan memperjelas bagian mana dari karya kita yang merupakan ide atau gagasan orang lain, dan yang mana merupakan ide dan gagasan kita sendiri.
Peliknya dugaan plagiat di kampus Fisip Universitas Mulawarman, Tidak mudah untuk mengatakan apakah suatu karya “ya” atau “tidak” mengandung unsur plagiat dari artikel ilmiah yang disajikan oleh ketiga oknum dosen Fisip Unmul. Sehingga menjadi penting untuk memahami definisi plagiarisme dari berbagai sumber.
Baca juga : Pelik Dugaan Plagiat Di Kampus Fisip Unmul
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 17 Tahun 2010 dikatakan:
“Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai”
Menurut Ismet Fanany, dalam bukunya berjudul ‘Plagiat-plagiat di MIT: Tragedi Akademis di Indonesia’, ada beberapa jenis plagiarisme,
“yaitu plagiat kata per kata, mengutip kalimat orang lain tanpa mengubah kata-kata tersebut menjadi kata-katanya sendiri tanpa mencantumkan sumber yang jelas, menggunakan jalan pikiran orang lain dalam menerangkan pokok pembicaraan, plagiat kata per kata atau frase kunci, apabila ketika kita menulis dalam suatu paragraf dengan meminjam kata-kata kunci dari orang lain tanpa di tandai dengan tanda kutip atau tanpa di tulis dengan kata-kata sendiri.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018) disebutkan, “Plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat) sendiri”.
Menurut Henry Soelistyo (2011) dalam bukunya ‘Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika’, ada beberapa tipe plagiarisme;
- Plagiarisme Kata demi Kata (Word for word Plagiarism). Penulis menggunakan kata-kata penulis lain (persis) tanpa menyebutkan sumbernya.
- Plagiarisme atas sumber (Plagiarism of Source). Penulis menggunakan gagasan orang lain tanpa memberikan pengakuan yang cukup (tanpa menyebutkan sumbernya secara jelas).
- Plagiarisme Kepengarangan (Plagiarism of Authorship). Penulis mengakui sebagai pengarang karya tulis karya orang lain.
- Self Plagiarism. Termasuk dalam tipe ini adalah penulis mempublikasikan satu artikel pada lebih dari satu redaksi publikasi. Dan mendaur ulang karya tulis/ karya ilmiah. Yang penting dalam self plagiarism adalah bahwa ketika mengambil karya sendiri, maka ciptaan karya baru yang dihasilkan harus memiliki perubahan yang berarti. Artinya Karya lama merupakan bagian kecil dari karya baru yang dihasilkan. Sehingga pembaca akan memperoleh hal baru, yang benar-benar penulis tuangkan pada karya tulis yang menggunakan karya lama.
Menurut Profesor Susilo guru besar Universitas Mulawarman, “Plagiat itu ketika sama konsepnya, konsep orang lain kita taruh, tapi tidak memberi rujukan orang pertama, termasuk ide nya sama.” saat diwawancarai beritainspirasi.info (18/10).
Lanjut Susilo yang juga anggota senat Universitas Mulawarman, “Bukan hanya kesamaan kata saja, tapi kosa kata (konsep dan Ide), di tulisan bisa lihat di bagian hasil. Sebenarnya semuanya, tapi yang paling rawan itu hasil penelitian, karena itu kalimat penulis semua,” pungkas nya.
Media ini terus melakukan penulusuran terhadap dugaan plagiat oknum dosen asal Universitas Mulawarman. Dari sumber terpercaya media ini, kami mendapatkan dokumen artikel yang digunakan oknum dosen asal Fisip Unmul untuk mengikuti acara ‘proceedings of the 2nd international conference on education and islamic culture’. Yang di selenggarakan oleh IAIN Samarinda 14-15 Februari 2018 lalu.
Dokumen artikel yang berjudul ‘advertising representation “Indonesia Adalah Kita” in multicultural frame relegion in Indonesia’ yang disajikan oleh Mohammad Noor (dekan Fisip Unmul) sebagai penulis utama dan Hairunnisa (ketua Prodi Ilmu Komunikasi Fisip Unmul) sebagai penulis kedua, memiliki kemiripan dengan naskah jurnal skripsi mahasiswa berinisial AP dikampus Fisip Unmul, yang berjudul ‘Representasi Agama Dalam Iklan Indonesia Adalah Kita Di NET.TV (E-Jurnal Ilkom Fisip Unmul)
Melalui metode Skimming, Direktur Culture Exchange and International Education Foundation (CEIEF) Parawansa Assoniwora, menjelaskan bahwa kedua naskah tersebut memiliki kesamaan yang cukup besar.
“ Dari bagian Conclusion atau Kesimpulan, yang merupakan bagian inti dari tulisan, sama persis seperti artikel yang berbahasa Indonesia milik mahasiswa tersebut,” pungkas pria bergelar Master of Art (M.A) in social research for social policy (master pada penelitian sosial untuk kebijakan sosial. Di Birmingham University (Inggris).
Hal ini di jelaskannya saat di wawancarai beritainspirasi.info (20/10). Dengan mempelajari sebelumnya dua artikel yang di rujukan media ini. Ia pun mengutip isi kesimpulan dan hasil penelitian kedua artikel tersebut.
“Conclusion ; 1. the meaning of religius representation in Indonesia edvertisement is related to the sign given like Muslim Reading Qur’an, women and men burning incense, Hindu worshipers, monks to Borobudur Tempel, and interreligious people, it is a sign of religious harmony in the midst of cultural diversity is an asset in the life of nation and state in Indonesia.”
“Conclusion ; 2. the meaning of symbols of religious representation in Indonesia advertising is we like Al-Qur’an, Rosary Necklace. Cross, Statue of Our Lady and Place of worship (Masjid and Pura) all it is a religious symbol in Indonesia, the symbol is not a distance or difference but a unifying between religious people. “ kutip artikel berbahasa inggris milik Mohammad Noor dan Hairunnisa.
“Kesimpulan ; 1. Makna Tanda representasi agama dalam iklan Indonesia adalah Kita terkait tanda yang diberikan seperti umat Islam Membaca Al-Qur’an, perempuan dan pria yang membakar dupa, umat Hindu yang beribadah, para biksu ke Candi Borobudur, dan antar umat beragama yang saling bercengkerama, hal tersebut merupakan suatu tanda kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
“Kesimpulan ; 2. Makna simbol representasi agama dalam iklan Indonesia adalah Kita seperti Al-Qur’an, Kalung Rosario, Salib, Patung Bunda Maria dan tempat ibadah (Masjid dan Pura) semua hal tersebut merupakan suatu simbol keagamaan yang ada di Indonesia, simbol tersebut bukan suatu jarak atau perbedaan melainkan suatu pemersatu antar umat beragama.” Kutip artikel jurnal skripsi milik AP mahasiswa S1 Fisip Unmul.
“Hasil Penelitian dan Pembahasan ; “Representasi agama adalah sebuah proses yang berhubungan dengan pola hidup dan religi suatu adat di masyarakat tertentu yang memungkinkan terjadinya sebuah perubahan konsep-konsep atau aturan ideologi dalam bentuk yang konkret. Hal ini dapat dilihat melalui pandangan-pandangan hidup kita terhadap agama lain yang sedang beribadah dan menghormati setiap perayaan hari besar. Dalam iklan Indonesia adalah Kitamenjelaskan tentang tanda dan simbol dengan representasi agama yang merupakan sebuah proses atau praktek penting yang akan melahirkan sebuah religi.” Kutip artikel jurnal skripsi milik AP mahasiswa S1 Fisip Unmul
“research results and discussion ; “the representation of religion is a proces that deals with the pattern of life and religion of an adat in certain societies which allows for a change of ideological concepts or ruler in a concrete from. It can be seen through our worldviews of other religions that are worshiping and honoring every celebration of religious holidays. In Indonesian advertisement we describe signs and symbols with the representation of religion which is an important process of practice that will give brith to religion.” Kutip artikel berbahasa inggris milik Mohammad Noor dan Hairunnisa.
Lanjut, menurut Parawansa Assoniwora tak hanya bagian kesimpulan artikel yang memiliki kesamaan kata dan ide, bahkan hasil penelitian dan pembahasan pun memiliki kesamaan yang cukup besar.
“Mulai sedari abstark hingga bagian hasil dan kesimpulan punya banyak kesamaan kata dan ide, hal ini cukup untuk merujukan bahwa artikel ini mengandung unsur kesamaan hingga 80 persen,” pungkas pria alumni mahasiswa S1 Fkip Unmul angkatan 1999. (Red)