Samarinda — Komisi I DPRD Kota Samarinda menilai persoalan sengketa lahan yang terus bermunculan merupakan dampak dari lemahnya tata kelola administrasi pertanahan di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Kondisi ini membuat banyak dokumen terbit tanpa verifikasi yang memadai dan memicu tumpang tindih kepemilikan.
Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra, kembali mengangkat masalah pertanahan yang dianggap menjadi keluhan hampir setiap hari dari warga. Ia menyebut persoalan tersebut bersumber dari sistem pencatatan yang belum tertata serta kurangnya ketelitian dalam penerbitan dokumen di lapangan.
“Sejak awal kami menjabat, laporan mengenai konflik tanah tidak pernah sepi. Banyak yang berakar dari lemahnya administrasi dan dokumen yang terbit tanpa pengecekan lapangan,” kata Samri usai mengikuti rapat kerja Komisi I pada 28 Oktober 2025.
Samri menyoroti praktik penerbitan surat pertanahan yang dinilai terlalu mudah tanpa verifikasi faktual. Kondisi itu, menurutnya, membuat sejumlah warga memiliki dokumen ganda pada objek tanah yang sama sehingga konflik baru muncul bertahun-tahun kemudian.
Ia juga menyinggung kasus yang tengah menjadi perhatian antara warga Kelurahan Sungai Kapih dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Samarinda. Berdasarkan aduan masyarakat, terdapat sekitar seribu berkas yang belum ditindaklanjuti. Namun, data BPN menyatakan hanya 114 bidang yang masih bermasalah karena ketidakjelasan alas hak, batas lahan yang hilang, hingga tumpang tindih klaim.
“Bahkan ada sertifikat yang sebenarnya sudah terbit, tapi tidak pernah diambil pemiliknya karena mereka tidak mendapat informasi. Ada pula dokumen yang diurus pihak lain tanpa sepengetahuan warga,” ujar Samri.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa DPRD tidak dapat mencampuri proses hukum jika sengketa sedang berlangsung. Pihaknya hanya memiliki kewenangan melakukan pengawasan dan memastikan proses berjalan sesuai aturan.
“Selama masih ada proses hukum, kami tidak bisa mengeluarkan rekomendasi apa pun. Semua harus diselesaikan terlebih dahulu di jalurnya agar tidak menimbulkan masalah baru,” jelasnya.
Untuk mencegah masalah serupa terus berulang, Komisi I berencana mendorong Pemerintah Kota Samarinda memperkuat sistem administrasi pertanahan di tingkat kelurahan dan kecamatan. Integrasi data dan peningkatan verifikasi lapangan dinilai menjadi kebutuhan mendesak.
“Ini harus menjadi pembelajaran bersama. Jika administrasi diperbaiki dan sistemnya lebih tertib, kasus tumpang tindih lahan bisa ditekan secara signifikan,” tutup Samri. (Adv/DPRD Samarinda)






