Samarinda- Jumlah gelandangan dan pengemis (gepeng) di Samarinda terus meningkat selama Ramadan, memicu keprihatinan DPRD Kota Samarinda. Ketua Komisi IV DPRD, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menyoroti lemahnya penegakan Peraturan Daerah (Perda) yang seharusnya dapat mengendalikan situasi ini.
Menurutnya, tanpa tindakan konkret dari pemerintah, keberadaan Perda hanya akan menjadi aturan tanpa dampak nyata.
Fenomena ini bukan sekadar masalah sosial, tetapi juga menyangkut ketertiban umum. Novan menegaskan bahwa Perda perlindungan anak jalanan dan gepeng sudah mengatur mekanisme pembinaan dan penertiban. Namun, implementasi yang belum maksimal membuat jumlah gepeng di Samarinda terus bertambah.
“Harus ada tindakan tegas dari Satpol PP dan dinas terkait agar masyarakat tidak semakin resah,” ujar Novan pada Rabu (5/3/2025).
Sebagai langkah awal, Komisi IV DPRD Samarinda berencana berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk mengidentifikasi apakah gepeng yang ada merupakan wajah lama atau pendatang baru. Pendekatan ini penting agar tindakan yang diambil tidak sekadar bersifat represif, tetapi juga solutif.
“Kami tidak ingin sekadar menertibkan. Pembinaan harus menjadi prioritas agar mereka benar-benar mendapat jalan keluar dari kondisi ini,” tambahnya.
Selain penegakan hukum, DPRD juga mendorong program pemberdayaan ekonomi bagi para gepeng. Pelatihan kerja dan akses ke lapangan pekerjaan diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi jumlah gepeng di Samarinda.
“Mereka butuh alternatif penghidupan yang lebih layak. Jika tidak, mereka akan terus kembali ke jalan,” tegas Novan.
Di sisi lain, peran masyarakat juga tak kalah penting. Novan mengimbau warga agar lebih bijak dalam memberikan bantuan. Daripada memberi uang di jalan, ia menyarankan agar donasi disalurkan melalui lembaga resmi yang memiliki program rehabilitasi dan pemberdayaan. Dengan cara ini, bantuan yang diberikan tidak justru membuat gepeng semakin nyaman berada di jalanan.
“Meningkatnya jumlah gepeng di Samarinda selama Ramadan mencerminkan masalah sosial yang lebih kompleks, mulai dari faktor ekonomi hingga lemahnya regulasi,” pungkasnya. (Adv/DPRD Samarinda)