Pembangunan Sekolah Rakyat di Kaltim Tersendat Lahan: Minimal 7 Hektare, Kontur Bukit Jadi Masalah

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kaltim, Andi Muhammad Ishak. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Sekolah Rakyat permanen di Kalimantan Timur terkendala ketersediaan lahan. Lokasi yang benar-benar siap bangun baru ada satu titik, di Bukit Biru, Kutai Kartanegara.

Sementara lokasi alternatif di Muara Jawa, wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara, yang sempat disebut oleh Wakil Gubernur, masih dalam tahap verifikasi dan belum dinyatakan layak secara teknis.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kaltim, Andi Muhammad Ishak mengakui pihaknya perlu memastikan terlebih dahulu, luas dan kondisi tanah hibah dari masyarakat itu.

Apabila memang memungkinkan, tidak menutup kemungkinan, kata Andi, bisa saja digunakan untuk sekolah rakyat.

“Tapi sejauh ini, usulan resmi yang kami sampaikan ke kementerian adalah lahan di Bukit Biru,” jelas Andi, Kamis (9/10/2025).

Kementerian Sosial mensyaratkan lahan minimal 7 hingga 8 hektare dalam kondisi siap bangun. Namun, menurut Andi, kondisi geografis Kaltim membuat kriteria tersebut sulit dipenuhi.

Bukan hanya soal luas, akan tetapi juga kontur tanah. Banyak lokasi yang berbukit dan berjurang, sehingga tidak memenuhi standar kemiringan maksimal 10 derajat.

“Kalau lahan tidak flat, biaya pembangunan akan meningkat karena perlu turap,” jelasnya.

Ia menambahkan, mencari lahan seluas itu di kawasan perkotaan hampir mustahil.

Sebagian besar tanah yang ditawarkan pemerintah kabupaten/kota berada di wilayah yang jauh dari pusat kota, dengan akses yang masih terbatas.

Dinsos mencatat, hanya lahan di Bukit Biru, yang saat ini memiliki status jelas, merupakan aset Pemprov Kaltim, dan tinggal menunggu pembangunan fisik setelah Detail Engineering Design (DED) rampung oleh Kementerian PUPR.

Sementara itu, Muara Jawa disebut sebagai lokasi potensial baru setelah adanya tawaran hibah masyarakat. Namun statusnya belum clear and clean, dan Pemprov masih melakukan pengecekan ke lapangan.

“Kalau nanti lahan hibah itu disetujui, prosesnya harus melalui mekanisme resmi. Dihibahkan dulu ke pemerintah, baru kemudian bisa diajukan untuk pembangunan,” tegasnya.

Dari total rencana lima sekolah rakyat di Kaltim, baru sebagian kecil daerah yang menyiapkan lahannya.

Beberapa kabupaten seperti Paser, Berau, dan Bontang telah mengajukan lokasi, namun sebagian masih menunggu hasil evaluasi teknis.

“Kami juga sudah sampaikan ke Wakil Bupati Paser agar segera menyiapkan lahan. Karena banyak daerah lain yang belum siap. Padahal, kementerian menargetkan setiap kabupaten/kota memiliki minimal satu sekolah rakyat,” ujarnya.

Jika hingga batas waktu kabupaten/kota belum siap, maka Pemprov akan menampung siswa dari seluruh wilayah di sekolah yang dikelola provinsi.

“Provinsi nanti akan menjadi back up bagi daerah-daerah yang belum siap. Jadi siswa dari kabupaten yang belum punya sekolah rakyat akan ditampung di sekolah milik provinsi,” tambahnya.

Andi menegaskan, faktor lahan kini menjadi penentu utama cepat tidaknya program Sekolah Rakyat terealisasi di Kaltim.

Ia menilai kesiapan administratif dan fisik lahan jauh lebih penting daripada sekadar usulan lokasi.

“Pemerintah pusat butuh kepastian status tanah agar pembangunan tidak terhambat di kemudian hari,” tegasnya.

Diketahui, Program Sekolah Rakyat merupakan bagian dari inisiatif nasional Kementerian Sosial untuk menampung 4 juta anak usia sekolah di Indonesia yang belum mengenyam pendidikan formal.

Setiap provinsi ditargetkan memiliki minimal satu sekolah rakyat permanen, sementara kabupaten/kota didorong menyiapkan satu sekolah rintisan.

Namun bagi Kaltim, kondisi topografi dan keterbatasan lahan menjadi pekerjaan rumah besar.

“Kalau di Jawa bisa mudah mencari tanah 8 hektare yang datar, di Kaltim tantangannya berbeda. Tapi kita tetap berupaya agar program ini jalan,” tutupnya. (lis)