Perbaikan RTLH Samarinda Habiskan Rp18,5 Miliar! Disperkim Mau Coba Benahi Tuntas Kawasan Kumuh 

Ronny Surya, Kabid Kawasan Permukiman Disperkim Samarinda. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kota Samarinda jauh lebih besar dibanding rumah layak huni (RLH).

Saat ini, ketimpangan itu semakin tajam karena sebagian besar RTLH berada di kawasan kumuh, yang hingga kini belum tertangani secara menyeluruh akibat anggaran yang terbatas dan kosongnya jabatan Kepala Bidang Kawasan Permukiman di Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Samarinda, lebih dari satu tahun.

Ronny Surya, Kabid Kawasan Permukiman Disperkim Samarinda, mengakui bahwa konsep bedah rumah yang sudah dilakukan keliru, program hanya menyasar bangunan individu, tetapi meninggalkan persoalan lingkungan di sekitarnya.

“Di Samarinda lebih banyak RTLH, konsep bedah rumah selama ini keliru,” jelasnya kepada tim redaksi, di Kantor Disperkim Samarinda, Rabu (26/11/2025).

Mengacu pada SK Kumuh 2020, Samarinda memiliki 118 hektare kawasan kumuh, namun yang tersisa untuk diselesaikan hingga 2024 hanya 26 hektare.

Tahun 2025, Disperkim menyiapkan revisi SK baru, dengan sisa dari yang sudah ditangani akan dihitung ulang untuk penetapan SK baru dan perencanaan penanganan komprehensif.

Secara rinci, ini luasan kumuh awal berdasarkan SK Walikota Nomor 663/404/HK-KS/XI/2020:

1. Tahun 2020 sebesar 70, 51 ha
2. ⁠Capaian pengurangan kumuh akhir tahun 2021 sebesar 17,49 Ha
3. ⁠Capaian pengurangan kumuh akhir tahun 2022 sebesar 10,51 Ha
4. ⁠Capaian pengurangan kumuh akhir tahun 2023 sebesar 6,16 Ha
5. ⁠Capaian pengurangan kumuh akhir tahun 2024 sebesar 10,19 Ha
6. ⁠Sisa kumuh tahun 2024 sebesar26,16 Ha

Program RTLH 2024–2025: 377 Unit, Tapi Terpencar dan Tak Menyentuh Kawasan

Penanganan RTLH tahun sebelumnya mencakup:

1. Peningkatan Kualitas (PK): 326 Unit

– Anggaran: Rp30 juta per unit
– Perbaikan atap, dinding, lantai, pengecatan, kamar mandi, dan kerusakan ringan-sedang
– Tidak mengatasi permasalahan kawasan

2. Pembangunan Baru (PB): 51 Unit

– Tipe 36
– Rp170 juta per unit

PK sebanyak 326 unit menelan anggaran Rp9,8 miliar, sedangkan PB 51 unit sebanyak Rp8,7 miliar, total anggaran khusus RTLH sepanjang 2024-2025 berarti sebesar Rp18,5 miliar.

“RTLH-nya berkurang, tapi kawasan kumuhnya tetap. Kita terpencar. Tidak ada satu kawasan pun yang tuntas,” ucapnya.

Menurut standar Kementerian PUPR, sebuah kawasan disebut kumuh bila tujuh indikator ini bermasalah:

1. Jalan lingkungan
2. Drainase
3. Proteksi kebakaran
4. Persampahan
5. Air bersih
6. Sanitasi
7. Kepadatan bangunan

Ronny menilai, selama fokus hanya pada unit rumah, enam dari tujuh indikator itu ditinggalkan.

“Kawasan kumuh itu bukan hanya rumah rusak. Itu wilayah yang harus dibenahi lengkap. Selama ini yang disentuh cuma satu rumah di antara puluhan rumah kumuh lainnya,” katanya.

Mulai tahun mendatang, penanganan tidak lagi tersebar, tetapi berbasis kawasan.

Satu kelurahan dengan 50–60 rumah kumuh akan ditangani sebagai satu blok penataan, mencakup perbaikan rumah, jalan lingkungan, drainase, sanitasi dan biofil, distribusi air bersih, persampahan, penerangan jalan, kebakaran, hingga ruang publik.

Model ini mencontoh keberhasilan kota seperti Malang dan Semarang, yang menata permukiman pinggir sungai menjadi kawasan sehat tanpa memindahkan warga.

Sistem Aplikasi Tetap Berjalan, Tapi Tidak Menentukan Prioritas

Masyarakat dapat mengajukan RTLH melalui aplikasi Sirubah atau melalui kelurahan.

Namun ke depan, prioritas tidak berdasarkan laporan warga, melainkan ditentukan secara teknis berdasarkan kepadatan bangunan, tingkat kerusakan bangunan, kondisi sanitasi, kondisi drainase, risiko lingkungan, status SK Kawasan Kumuh.

Metode penilaian disusun oleh konsultan, tim yang sebelumnya terlibat dalam program Kotaku (Kota Tanpa Kumuh) berbasis Bank Dunia dan masih digunakan hingga saat ini, sebab itu perhitungannya sudah baku dari kementerian.

Proses penanganan nantinya tidak lagi mengandalkan laporan, melainkan berdasarkan kebutuhan teknis yang telah diukur secara objektif.

“Dari akumulasi skor nanti terlihat mana kawasan atau rumah yang harus diprioritaskan,” jelasnya.

Pengawasan Kawasan: Tanggung Jawab Kelurahan Setelah Dibenahi

Setelah kawasan selesai ditata, kelurahan akan menjadi garda terdepan, mulai dari merawat drainase, mengatur jam pembuangan sampah, menjaga kebersihan, memastikan biofil dan septic tank dikelola baik, dan mengawasi perilaku warga.

“Kalau kawasan sudah dibenahi tapi warga tidak menjaga, itu bisa kembali kumuh. Kelurahan harus aktif,” beber Ronny.

Anggaran Jadi Masalah Utama: Efisiensi Meremukkan Program

Ronny terus terang bahwa program kawasan kumuh sangat terancam akibat pemotongan anggaran dan efisiensi besar-besaran, baik dari pusat maupun melalui TKD.

“Kalau dananya tidak ada, program ini tidak bisa jalan. Bahkan RTLH tidak bisa dilaksanakan. Mau menata kawasan seperti Karang Mumus pun tidak mungkin,” ungkapnya.

Beberapa titik yang sudah disiapkan untuk ditata, termasuk rencana ruang publik di sepanjang Karang Mumus, berpotensi tertunda.

DAK Jadi Harapan Terakhir, Tapi Baru Cair 2027

Untuk menyelamatkan program, Disperkim tengah mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Namun, skemanya tidak cepat, dengan pengajuan di tahun 2026, maka Pencairan baru akan terealisasi di tahun 2027. Tahun 2026 dikhawatirkan jadi tahun “gelap” tanpa pendanaan

Ia khawatir bila program tidak berjalan, OPD akan dinilai tidak bergerak, padahal akar masalahnya ada pada pendanaan.

“Kami lagi berusaha mati-matian lewat DAK. Tapi kalau 2026 kosong, program bisa berhenti total. Padahal kita sudah siapkan desain dan perhitungan,” tutup Ronny.

Untuk diketahui, berikut data kegiatan sisa perbaikan RTLH Kota Samarinda Tahun 2024:

1. Loa Janan Ilir – 570
2. Palaran – 1935
3. Samarinda Ilir – 984
4. Samarinda Kota – 1693
5. Samarinda Seberang – 523
6. Samarinda Ulu – 3069
7. Samarinda Utara – 1550
8. Sambutan – 1186
9. Sungai Kunjang – 3746
10. Sungai Pinang – 5057

Jumlah total awal RTLH tahun 2022 sebanyak 22.064 unit, di tahun 2024 berkurang sebanyak 1.751 unit menjadi 20.313 unit. (lis)