Cinta Bukan Kekasih 

Karya Norhaliza
Kriiiiiiiiiiiiiiing……. Kurang lebih begitulah bunyinya. Suara gemuruh dari bel sekolah menandakan berakhirnya pelajaran hari ini. Murid-murid bergegas merapikan alat-alat tulis di atas meja lalu berhamburan keluar mengosongkan ruangan dengan bahagia, ada yang tertawa bergurau satu sama lain. Ini aku Rina Siswi kelas XII, masi diruang kelas yang telah dikosongkan tadi. Ditinggal gaduhnya teman-teman yang tawanya tidak dapat ku tiru sambil memandangi dengan harapan keraguan yang ku tidak ingin benar dititik merah sebuah alat pengecek kehamilan yang menunjukkan aku positif hamil. Dengan bayangan penyesalan membuatku enggan beranjak dari lamunan, menyesali hal yang telah ku lakukan. Berawal dari hari pertama aku duduk dibangku ini, beberapa bulan lalu, di awal tahun pelajaran baru, disaat itu ku merasakan cinta pertamaku. Jujur saja aku adalah anak perempuan satu-satunya yang paling muda diantara dua kakak laki-laki ku. Kita telah lama ditinggal oleh mendiang ayah jadi ibuku yang merawat anak-anaknya seorang diri sejak umurku 2 tahun. Aku sangat dimanja ibu, bisa dibilang aku anak kesayangan ibu. Aku anak perempuan yang penurut jarang keluar rumah, pendiam dan ramah senyumku. Tapi semuanya berubah saat aku mengenal Bara, laki-laki pertama yang ku cintai membuatku berani berbohong kepada ibu. Demi bertemu dengannya membuatku sering pulang terlambat dan membuat ibu mencemaskanku. 

Ibu sosok perempuan yang tangguh mengasuh anak-anaknya sedangkan Bara seorang laki-laki yang hidup jauh dari orang tuanya. Dia mahasiswa di salah satu universitas ternama di kota ini. Berawal dari pertemuan pertamaku dengan Bara waktu itu disalah satu acara sekolah, dia sebagai pengisi acara. Pada waktu itu Bara tampil dengan sangat mengagumkan dimata perempuan yang lugu sepertiku. Menurutku dia sangat mempesona memiliki aura yang membuat mataku berhenti berkedip sejenak. Aku pun tak menyangka bahwa Bara ternyata diam-diam memerhatikanku dan menyukaiku juga. Bara pada saat itu dengan berani meminta nomor ponselku. Semenjak perkenalan itu, aku dan Bara semakin dekat hingga aku dimabukkan tipu muslihatnya yang manis. Aku yakin aku jatuh cinta dengan Bara. Saat hubunganku dengan bara semakin jauh aku sering berbohong kepada ibu, mencuri waktu untuk berdua dengan bara meski di sela-sela waktu ku pulang sekolah. 

dprdsmd ads

Hari itu di jam yang sama pada saat ini, jam pulang sekolah Bara menjemputku di depan gerbang sekolah  dia menjanjikan untuk membawaku ke suatu tempat yang indah. sebelum naik di atas kendaraan bersama bara ku telpon ibu 

“Ibu, aku pulangnya agak telat yah soalnya ada les sama teman-teman sekelasku”

“Iya nak hati-hati aja. Jangan pulang telat yah. Jangan lupa untuk sempatkan sholat.”

Memberi tahu bahwa aku pulang telat dengan alasan ada les tambahan bersama teman-teman.  Aku berbohong lagi tapi ibu selalu mudah untuk mempercayaiku, ibu mengenalku sebagai anak yang penurut mungkin itu alasan ibu untuk mudah ku tipu.

Saat di atas kendaraan bersama Bara, rasa hatiku bahagia berdekatan hampir tak terbatas. Awalnya ragu tapi karna kita sudah sering berboncengan seperti ini aku sudah tidak sungkan lagi memeluk Bara hingga dadaku menyentuh punggungnya yang kekar. Waktu itu langit mendung di sore hari, gerimis tipis di tepis angin, Bara memutar haluan motornya membawaku ketempat dia tinggal. Aku mengerti alasan Bara membatalkan janjinya karna hujan akan sebentar lagi turun, benar saja sesampainya di kost Bara, hujan mulai deras, seragam sekolahku yang basah kuyup di guyur hujan.

Membuatku kedinginan berada di dalam kamar Bara yg berAC dengan pandangan Bara kepadaku melihat bibirku dingin membiru lekas mematikan AC nya,  Bara memberiku handuk. Aku mulai merasa aneh, selama aku menjalin hubungan dengan Bara baru ini kali pertama aku berada diruangan setertutup ini bersama Bara. Aku tidak mencemaskan apapun sejauh ini aku mengenal Bara adalah laki-laki yang baik dan sopan.  Sore yang tak terlihat dibalik ruangan yang hangat bersama Bara. Saat itu aku tidak peduli waktu, entah aku lupa kekhawatiran ibu atau aku hanya pura-pura tidak mengingat nasehat ibu yang sering diucap beliau “anak gadis tidak boleh berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrim”. 

Mungkin setan telah merasuki pikiranku dan Bara. Semua berawal saat Bara memelukku, menatap kedua mataku kemudian menciumku. Perlakuan Bara yang membuatku merasakan hal yang sulit ku ungkap. Tangan bara mulai merambat perlahan dari pelukannya menuju ke bagian dadaku. “Apakah ini? ia mulai meraba payudaraku yang rata membuatku hilang akal.” Perlahan Bara mulai melepas seragam sekolahku yang masih lembab oleh hujan ditambah lagi keringat yang bercucuran. Saat Bara menyentuh bagian sensitifku, aku lemah hasratku tak mampu menolak dan menahan Bara untuk menelanjangiku bahkan aku merasakan kenikmatan disela-sela rasa sakitku. Saat Bara memasukan salah satu bagian tubuhnya kedalam vaginaku, awalnya aku menolak karena ragu tapi Bara kembali meyakinkanku takkan terjadi apa-apa kalaupun aku hamil dia akan bertanggung jawab. Kesakitan yang kurasa terabaikan oleh nikmat yang kurasa. Semua berlangsung begitu saja saat semua usai kukenakan kembali seragam sekolahku, ku lihat ada banyak panggilan tak terjawab di ponselku. Terlalu nikmat yang kurasa sehingga membuatku lupa waktu. Ku paksa Bara mengantarku pulang meninggalkan ruangan yang membuatku gila dan lupa segalanya akan segalanya.

Saat sampai di rumah ibu menunggu ku berdiri di depan pintu kamarku,  dari pintu aku masuk dengan rasa cemas dan bersalah yang tak sanggup ku ceritakan kepada ibu. Ku perlambat langkahku berusaha agar ibu tidak melihat ada yg aneh dari diriku. Ibu memang tidak banyak memarahiku bahkan ibu menyediakanku handuk untuk mandi membersihkan badanku yang kotor.

Hari demi hari ku lalui setelah kejadian itu. Aku dan Bara sering melakukan hal yang sama tanpa rasa penyesalan seperti saat pertama ku melakukannya. Aku mulai menanyakan kepada Bara tentang hubungan yang sedang kita jalin ini. Tapi Bara malah mengalihkan pertanyaanku dengan sentuhan lembutnya di payudaraku.

“Ucapan Bara bahwa payudara bukan untuk menyusui namun hanya untuk dinikmati dan terngiang-ngiang”.

Karena terlalu mempercayai Bara, aku bahkan tidak pernah meragui dan tidak sadar bahwa Bara hanya memperlakukanku untuk kepuasan nafsunya. aku lebih pandai mencari alasan untuk berduaan bersama Bara. Hingga saat ini ibu belum tahu kebohonganku.

Saat dimana sekarang aku menyesali perbuatanku,  aku sudah hamil. Bukan hanya itu, Bara laki-laki yang mengaku akan bertanggung jawab telah menghilang tak tau arah, yang ada di dalam pikiranku sekarang, bagaimana aku akan tetap melanjutkan sekolahku dan bagaimana aku menceritakannya kepada ibu. 

“Akankah ibu memaafkanku dengan pikiranku yg masih di tempat hayalan berupa penyesalan” 

“ku langkahkan kaki ku meninggalkan ruang kelas yang aku yakini cepat atau lambat tidak akan menerimaku lagi.”

Hari terus berlalu kandunganku terasa semakin membesar sedangkan ujian kelulusan sebentar lagi.  Perutku semakin tidak dapat ku sembunyikan hingga waktu memberi tahu ibu. Saat ibu menemukan obat penggugur kandungan di dalam ransel sekolahku. Lebih tepatnya racun penggugur kandungan yang belum sempat aku gunakan. Ibu murkah melontarkan kata dengan nada yang tidak pernah ku dengar selama ini.  aku bersujud di kaki ibu mengucapkan maaf yang sebenarnya diriku sendiri tak dapat memaafkannya. Ibu menangis tak mampu menahan air mata amarahnya,  ibu memelukku, menanyakan usia kandunganku dan menanyakan ayah dari anakku yang telah kabur tanpa kabar. Saat ku jawab demikian air mata ibu semakin meluap tak terbendung. Disela-sela tangisnya, ibu menguatkanku untuk tetap pertahankan janin yang tak berdosa di kandunganku ini,  anak yang kelak akan menanggung malu kelakuan ayah dan ibunya.  seorang anak yang tak tau wajah ayahnya. Ibu menyemangatiku, ibu memaafkan dosa yang sulit ku maafkan sendiri,  ibu membuatku kuat. 

Usia kandunganku makin membesar tak dapat lagi ku sembunyikan,  aku tidak dapat lagi mengikuti kegiatan ajar mengajar di sekolah. Aku malu dengan teman-teman yang lain. Lagi pula seragam sekolah yang bagaimana yang muat dikenakan gadis hamil sepertiku.  Pihak sekolah tidak akan menerima aib sebesar ini jika salah satu siswi nya hamil di luar nikah. Perutku sudah tidak bisa lagi berbohong untuk membungkam mulut-mulut tetangga rumahku. “Sebagian menganggapku munafik. Sebagian menganggapku pembual. Sebagian lagi menganggapku sok tegar. Sebagian lagi menganggapku sakit jiwa. Sebagian menganggapku murahan!.”

tapi entah bagaimana cara ibu menutupi dari pihak sekolah tanpa putus asa. Ibu tetap memberiku dukungan memfasilitasiku dengan program Hoom schooling supaya aku masih tetap dapat mengikuti ujian akhir setelah aku melahirkan nanti. Begitu besar kasih sayang beliau kepadaku. 

Tiba di waktu dimana aku akan menjalani proses persalinan, ibu selalu berada di sampingku menyemangatiku, menghilangkan kecemasan dalam diriki sambil ku ucapkan kata maaf kepada ibu yang berulang ulang. 

Rasa sakit sedikit demi sedikit mulai kurasakan,  ku hantur napasku, dipandu seorang dokter yang menanganiku. peroses yang rasa sakitnya tak terkira. Entah kekuatan apa yang dimiliki seorang  perempuan yang dapat melalui proses ini berkali-kali.

“Andai kita tau rasanya melahirkan tak satupun yang tega membantah ibunya bahkan hanya dengan Kata AH! Sekalipun.”

Kita semua merasakan cinta sejati

Cinta yang di bawa mati

Bukan dengan kekasih

Tapi cinta dari seorang bidadari

Bidadari tak bersayap yang Tuhan berikan

Ragamu ikhlas melahirkan

Jiwamu memberi kehidupan

Meski nyawamu terhancam kematian

Maaf ibu

Kami dulu malaikat kecilmu

Tumbuh dewasa seperti benalu

Relakanlah air susumu…(*)