Rencana Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Samarinda Terkendala Produksi Minimal, Andi Harun: Syaratnya 1000 Ton, Kita Masih 610 Ton

Wali Kota Samarinda, Andi Harun. (Foto: Lisa/ beri.id)

BERI.ID – Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menyebut bahwa kendala terbesar Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) di Kota Samarinda, justru terletak pada jumlah sampah harian.

Walaupun pemerintah pusat menyiapkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 telah menetapkan Samarinda sebagai salah satu dari 33 kabupaten/kota di Indonesia yang diprioritaskan untuk pembangunan PLTSA tahap pertama, ketersediaan pasokan sampah yang belum mencapai target minimal, masih harus dikejar.

“Data kita menunjukkan produksi sampah baru sekitar 610 ton per hari. Padahal syarat minimalnya adalah 1.000 ton. Artinya kita masih kekurangan 400 ton per hari,” jelasnya, Selasa (29/7/2025).

Kendala terbesar saat ini adalah memenuhi kebutuhan minimal 1.000 ton sampah per hari. Samarinda baru mencatat 610 ton per hari, berdasarkan data real dari Dinas Lingkungan Hidup.

“Kita optimis bisa mencapai 1.000 ton jika semua potensi dikumpulkan, baik dari darat maupun sungai, termasuk dari hotel, industri, dan kapal. Tapi kita tidak bisa hanya berspekulasi. Angka riil harus jadi pegangan,” ungkapnya.

Sementara itu, dari sisi kesiapan lahan, Samarinda diakuinya berada selangkah lebih maju dibanding daerah lain. Pemkot telah menyiapkan lahan seluas 30 hektar yang berstatus clean and clear, jauh melampaui ketentuan minimal 5 hektar.

“Lahan kita sudah lebih dari cukup dan bebas sengketa. Bahkan regulasi juga siap. Samarinda sudah memiliki Perda penyelenggaraan retribusi kebersihan, yang menjadi salah satu kewajiban daerah,” tegasnya.

Keunggulan inilah yang menurut Andi membuat Samarinda lebih siap menghadapi program PLTSA ketimbang sebagian besar dari 33 daerah lainnya.

“Banyak kota lain masih kesulitan mencari lahan 5 hektar. Samarinda tidak. Problem kita tinggal satu, memastikan suplai sampah mencukupi,” tambahnya.

Perubahan Perpres 35/2018 membawa skema baru pembiayaan PLTSA melalui Danantara. Lembaga ini akan berperan sebagai penyedia dana sekaligus pihak yang menyeleksi badan usaha mitra pembangunan.

“Jika revisi Perpres berjalan, Danantara akan menjadi funder. Hubungan bisnis terjadi antara investor dengan Danantara, sementara PLN bertugas membeli listrik hasil PLTSA,” terang Andi Harun.

Harga listrik hasil olahan sampah juga sudah ditetapkan sebesar Rp20 per kWh. Menurut Andi, angka ini sudah disepakati bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian ESDM.

“Dengan harga ini, PLN akan membeli listrik dari PLTSA sesuai perjanjian jual beli. Jadi, sudah ada kepastian dari sisi ekonomi,” jelasnya.

Untuk menutup kekurangan, Samarinda membuka opsi kerja sama dengan daerah tetangga, khususnya Kutai Kartanegara (Kukar).

“Jika dari Samarinda saja belum cukup, kita akan bicara dengan Pemkab Kukar. Tapi tentu harus dihitung dulu biaya pengangkutannya, karena pengumpulan dan pengangkutan sampah dari sumber ke PLTSA menjadi tanggung jawab pemda,” jelas Andi Harun.

Andi menyampaikan bahwa dalam waktu dekat, tim teknis dari Dinas Lingkungan Hidup bersama pihak ketiga akan melakukan riset mendetail terkait potensi produksi sampah.

“Targetnya satu bulan ke depan hitungan teknis selesai. Setelah itu kita bisa menyampaikan ke pemerintah pusat bahwa semua persyaratan sudah terpenuhi,” ungkapnya.

Andi menambahkan, selain hitungan teknis, pemerintah juga menyiapkan aspek pendukung seperti APBD untuk pengangkutan sampah, serta perjanjian kerja sama antar daerah jika diperlukan.

“Intinya, kita sudah start lebih dulu dibanding daerah lain. Dengan kesiapan lahan, regulasi, dan komitmen anggaran, saya yakin Samarinda bisa merealisasikan PLTSA lebih cepat,” pungkasnya. (lis)