Ribut-Ribut Pembatalan Calon Kepala Daerah Kukar, Begini Tanggapan Akademisi Hukum Unmul

Herdiansyah Hamzah alias Castro Akademisi Hukum Universitas Mulawarman, berikan opini terkait rekomendasi Bawaslu RI pemberhentian cakada Kutai Kartanegara

SAMARINDA – Melihat informasi yang beredar di media sosial, khususnya Whatsapp Group, yang menyebut rekomendasi bawaslu sifatnya tidak mengikat karena hanya rekomendasi dan penggunaan pasal 71 ayat (5) UU 10/2016 sebagai dasar pembatalan paslon yang disebut keliru, maka saya penting untuk meluruskan hal tersebut sebagai bagian kewajiban akademis kami dikampus untuk memberikan informasi yang benar dan memadai bagi publik (namun soal materi atau objek pelanggaran, tetap menunggu keterangan resmi bawaslu dan KPU).

Kendatipun bentuknya bukan putusan, tetapi rekomendasi Bawaslu itu, hukumnya wajib untuk segera ditindaklanjuti oleh KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota.

dprdsmd ads

Terlebih rekomendasi itu juga sudah melalui tahap klarifikasi dan kajian oleh Bawaslu sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang, untuk memastikan apakah aspek formil dan materil atas objek pelanggaran administrasi tersebut terpenuhi.

Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 10 huruf b1 UU 10/2016 yang secara eksplisit menyebutkan bahwa, “KPU wajib melaksanakan dengan segera rekomendasi dan/atau putusan Bawaslu mengenai sanksi administrasi Pemilihan”.

Hal ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 139 ayat (2) UU 1/2015, yang menyatakan bahwa, “KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota”.

Dan terhadap rekomendasi Bawaslu itu, KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupten/Kota wajib memutus pelanggaran administrasi paling lama 7 hari sejak rekomendasi Bawaslu tersebut diterima (lihat Pasal 140 UU 1/2015).

Jadi rekomendasi Bawaslu itu bersifat mengikat kepada KPU, untuk segera dijalankan. Artinya, KPU tidak perlu lagi melakukan apapun, kecuali menjalankan rekomendasi Bawaslu tersebut.

Terkait dengan rekomendasi pembatalan atau diskualifikasi pasangan calon, hal itu memungkin dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (5) UU 10/2016 yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota, selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota”.

Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) sendiri, merujuk tentang larangan mutasi pejabat dan larangan menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon, dalam waktu 6 bulan sebelum penetapan paslon hingga penetapan paslon terpilih.

Jadi, kita harus melihat rekomendasi Bawaslu itu sebagai produk penanganan pelanggaran administratif dalam Pilkada, yang harus kita hormati.

Jadi tinggal menunggu KPU untuk segera menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu tersebut, sebagai bagian dari kewajibannya untuk menjalankan rekomendasi Bawaslu, sebagaimana diperintahkan oleh Undang-undang. KPU tidak perlu melakukan apapun, kecuali menjalankan rekomendasi itu. (ESC)