Samarinda Bangun Pertahanan Hulu-Hilir Hadapi Banjir, Folder Pampang Jadi Tumpuan Utama

Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Samarinda, Marnabas Patiroy. (Foto: Lisa/ beri.id)

BERI.ID – Pemerintah Kota Samarinda terus mematangkan strategi penanganan banjir melalui pendekatan komprehensif dari hulu ke hilir.

Salah satu titik tekan utama adalah pembangunan folder air di wilayah hulu sungai serta penguatan sistem drainase di kawasan padat penduduk.

Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Samarinda, Marnabas Patiroy, menjelaskan bahwa upaya mitigasi ini tidak lagi bersifat reaktif, melainkan dirancang terstruktur dengan berbasis data aliran air dan curah hujan.

Salah satu proyek kunci adalah folder Pampang seluas 70 hektare, yang kini 30 hektarenya tengah dalam proses pembangunan.

“Air dari hulu itu yang selama ini jadi beban utama. Maka kita siapkan folder sebagai penahan. Pampang sudah berjalan, dan kami juga dorong pembangunan di kawasan Bengkuring dan Damanhuri,” jelas Marnabas, saat ditemui di Hotel Mercure Samarinda, Senin (16/6/2025).

Folder air ini berfungsi sebagai kantong-kantong penampung sementara sebelum debit air mengalir ke hilir. Dengan begitu, potensi genangan bisa ditekan, terutama saat terjadi pertemuan antara curah hujan tinggi dan pasang sungai seperti yang kerap terjadi belakangan.

Di kawasan Damanhuri, tepatnya Gang Ogok yang menjadi langganan banjir, Pemkot bahkan telah menerima hibah lahan dari Pemprov Kaltim guna mendukung penanganan lebih lanjut.

Namun penanganan banjir tidak berhenti di hulu. Pemkot Samarinda juga menata sistem drainase secara berlapis dari hilir ke hulu, termasuk melebarkan saluran air dan membuka sumbatan-sumbatan yang memperlambat aliran menuju sungai.

“Sekarang kita perlebar drainase. Karena aliran masuk ke sungai itu lambat. Artinya ada yang buntu, dan itu yang sedang kita benahi,” katanya.

Salah satu gagasan jangka panjang yang juga tengah dikaji adalah pembangunan bendungan otomatis di muara Sungai Karang Mumus, tepatnya di sekitar Jembatan 1. Namun, proyek ambisius ini membutuhkan anggaran besar, mencapai Rp800 miliar, dan harus melibatkan koordinasi lintas lembaga.

Sementara itu, untuk menjaga konektivitas antara perencanaan dan kondisi lapangan, Pemkot terus mengaktifkan forum warga seperti Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) tingkat Kelurahan, dan mendorong optimalisasi anggaran Pro Bebaya, program pemberdayaan masyarakat di level RT.

“Pro Bebaya itu jadi penyambung antara perencanaan atas dan kebutuhan bawah. Dengan Rp100 juta per RT, persoalan-persoalan lokal yang kecil tapi krusial bisa tertangani langsung,” ujar Marnabas.

Ia menambahkan, kerja kolaboratif lintas pemangku kepentingan sangat penting, terutama karena kondisi sungai di Samarinda melibatkan banyak anak sungai yang terhubung ke Karang Mumus. Ada 17 anak sungai yang saat ini sedang dipetakan untuk kemungkinan penataan atau penutupan jika diperlukan.

“Solusi banjir tidak cukup dari satu sisi. Kita harus kerja bareng, baik di tingkat teknis, masyarakat, maupun kebijakan,” pungkasnya. (lis)