BERI.ID – Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kaltim, Andi Muhammad Ishak, mengungkapkan bahwa dari lima usulan sekolah rakyat di Kaltim, satu milik provinsi dan empat lainnya dari kabupaten/kota (Kukar, Penajam Paser Utara, Berau, dan Samarinda), baru Samarinda yang dinyatakan benar-benar siap.
Hingga pertengahan tahun 2025 ini, realisasi pembangunan fisik sekolah rakyat di Kaltim masih bergantung pada satu faktor krusial, kesiapan lahan.
“Sudah siap baik dari segi lahan maupun fisik. Hari ini juga tim dari Kementerian Sosial turun langsung ke lapangan untuk verifikasi akhir,” jelas Andi, di Pendopo Odah Etam, Senin (23/6/2025).
Sementara itu, usulan lain dari Kukar, PPU, Berau, dan Provinsi Kaltim sendiri, masih terkendala karena proses pematangan dan validasi lahan belum rampung.
Penetapan pembangunan baru bisa dilakukan jika lahan dianggap benar-benar siap bangun sebelum Juli 2025.
Untuk tingkat provinsi, ada dua lokasi yang diusulkan, yakni di Bukit Biru dan SMA Negeri 16 Samarinda, di Jalan Perjuangan.
Namun berdasarkan hasil peninjauan awal, Bukit Biru dinilai belum memungkinkan karena persoalan aksesibilitas dan kondisi lahan yang belum matang.
“Kita usulkan juga di SMA 16. Kalau hasil survei menyatakan bisa dipersiapkan dalam dua bulan ke depan, maka tahun ini kita bisa masuk tahap pembangunan. Tapi jika tidak, ya kita harus realistis, baru bisa dibangun tahun depan,” tegas Andi.
Selain lahan, keterbatasan kuota nasional juga menjadi faktor penghambat. Pemerintah pusat telah menetapkan batas 100 unit rintisan sekolah rakyat tahun ini dan Kaltim tak kebagian jatah rintisan karena keterlambatan kesiapan teknis.
“Kalau kita ingin mendapatkan pembangunan fisik sekolah rakyat, maka bukan rintisan lagi yang bisa kita kejar. Kita langsung mengusulkan sekolah rakyat permanen, dengan catatan siap bangun,” terangnya.
Terkait tenaga pengajar, Kementerian Sosial belum membuka proses rekrutmen di Kaltim secara luas karena masih menunggu penetapan lokasi yang benar-benar siap. Saat ini, perekrutan pengajar dan pengasuh hanya difokuskan untuk daerah yang menyelenggarakan sekolah rakyat rintisan, seperti Samarinda.
“Untuk guru dan pengasuh, itu akan difasilitasi pemerintah pusat. Tapi proses pelaksanaannya akan dibantu Dinas Pendidikan setempat. Meski kewenangan pusat, tetap harus bersinergi dengan daerah,” tambahnya.
Andi juga menekankan bahwa peran Pemprov Kaltim dalam program ini bersifat membantu, bukan sebagai pelaksana utama.
Sesuai desain nasional, Sekolah Rakyat seharusnya menjadi tanggung jawab kabupaten/kota. Namun bila daerah tidak memiliki daya tampung atau tidak siap, maka provinsi bisa mengambil alih.
Pemerintah Pusat sendiri meminta agar provinsi membuka semua jenjangSD, SMP, hingga SMA, untuk menampung anak-anak dari daerah yang belum siap.
“Jadi bukan soal kewenangan lagi, ini tentang gotong royong,” katanya.
Untuk diketahui, sekolah rakyat menjadi model pendidikan berasrama yang dikhususkan bagi anak-anak dari keluarga dengan kondisi ekonomi paling rendah, yaitu kelompok masyarakat yang masuk dalam desil 1 atau 10 persen termiskin.
Jika kuota belum terpenuhi, barulah program ini membuka kesempatan bagi anak-anak dari desil 2, yaitu kelompok miskin pada rentang 11–20 persen terbawah secara ekonomi.
Setiap siswa yang mengikuti pendidikan di Sekolah Rakyat akan mendapatkan fasilitas senilai Rp48,25 juta per tahun. Dana ini mencakup kebutuhan lengkap mulai dari seragam, perlengkapan sekolah, laptop atau iPad, akomodasi asrama, fasilitas laboratorium, hingga sarana olahraga.
Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp100 miliar untuk setiap unit Sekolah Rakyat yang dibangun. Untuk tahun ajaran 2025–2026, total anggaran yang direncanakan mencapai Rp2,33 triliun, apabila dihitung untuk pembangunan di 100 lokasi.
Maka rinciannya sebagai berikut:
– Biaya untuk 354 rombongan belajar (rombel): Rp487,14 miliar
– Penyusunan kurikulum: Rp3,66 miliar
– Gaji dan kebutuhan tenaga pendidik: Rp1,11 triliun
– Operasional sekolah: Rp187,73 miliar
– Dukungan pelaksanaan sekolah rakyat: Rp116,64 miliar
Saat ini, sudah tersedia 53 lokasi yang siap untuk pembangunan dan pelaksanaan Sekolah Rakyat, di antaranya Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Papua.
Khusus pada Juli 2025, sebanyak 45 Sekolah Rakyat dijadwalkan mulai beroperasi. (lis)