Simpulkan Hasil Ansos, GMNI Samarinda-Balikpapan Desak Selesaikan Tumpang Tindih Lahan HGU Wilayah IKN

Pemerintah Tidak Pernah Dialog Dengan Masyarakat Adat Terkait Pemindahan IKN di Titik Nol Kelurahan Pemaluan, PPU, Hasil Ansos GMNI Samarinda-Balikpapan Desak Selesaikan Tumpang Tindih Lahan HGU.
Dokumentasi GMNI saat Melakukan Analisa Sosial mengenai dampak-dampak pemindahan IKN di Kelurahan Pemaluan, Sepaku, PPU (Penajam Paser Utara), Kaltim. ©ist

SAMARINDA – Kegiatan KTM (Kaderisasi Tingkat Menengah) yang diselenggarakan oleh DPD GMNI Kaltim diikuti oleh beberapa cabang GMNI Samarinda, Balikpapan dan Kutim selama 11 hari dan Ansos (Analisa Sosial) selama empat hari. Kelompok satu terdiri dari lima orang kader sebagai peserta yang ditempatkan lokasi ansos mengenai dampak-dampak pemindahan IKN di Kelurahan Pemaluan, Sepaku, PPU (Penajam Paser Utara), Kaltim. Dari hasil informasi yang dikumpulkan dari lapangan, banyak laporan dari masyarakat terutama masyarakat adat yang bersentuhan secara langsung dengan lahan yang mereka miliki.

Menurut Kader GMNI Samarinda Yohanes Richardo Nanga Wara yang juga menjadi bagian dari Kelompok Analisis Sosial tersebut mengatakan setelah digali informasi, ternyata atas pengakuan masyarakat adat Dayak Balik yang bermukim lama disitu mengatakan sejauh ini belum pernah diajak berdialog secara langsung oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Dari sejarah, menurut pengakuan Kepala Adat Dayak Balik, Pak Jubaen sapaannya Dia mengatakan sejak tahun 1.300-an, pertama kali suku Dayak Balik tersebut sudah menetap lama. Saat itu aktifitas masyakarat sangat bergantung dengan alam, diantaranya bercocok tanam dan berburu hewan dihutan. Bercocok tanam yang dilakukan dengan sistem nugal/bakar lahan kemudian berpindah-pindah tempat untuk membuka lahan baru. Berburu yang dilakukan misalnya buru babi, rusa, payau, kijang dll yang secara tidak langsung alam menjadi pasar/Indomaret bagi masyarakat primitif saat itu. “Namun ternyata dalam dialektika sejarah perkembangan masyarakat, ternyata mengalami perubahan dari corak produksi yang mulanya masih primitif kemudian tenaga manusia digantikan dengan tenaga mesin,ungkap Richardo pada Selasa (16/11/2021).

Sekitar tahun, 1967-an masuknya investasi pertama kali di Kelurahan Pemaluan, PPU yang bernama PT. ITCI.

Mayoritas pekerjaan masyarakat saat itu ialah bertani namun sejak masuknya industri ternyata mengalami perubahan yang sebagian memilih untuk menjadi buruh atau kelas pekerja di perusahaan itu. Perusahaan PT ITCI dalam hal ini merupakan kepanjangan dari International Timber Corporation in Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kayu gelondong atau log dengan Hak Pengelolaan Hutan (HPH) yang luasnya sekitar 250 ribu hektare. Masuknya perusahaan tersebut tidak terlepas dari bisnis militer dan ellite nasional yang sejak tahun 1980-an, sejarah PT. ITCI Kartika Utama tak bisa dipisahkan dengan Angkatan Darat. Sejumlah perusahaan milik Angkatan Darat di bawah payung Yayasan Kartika Eka Paksi kerap mengalami kerugian, termasuk PT. ITCI Kartika Utama. Saat itu yang menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) adalah Jenderal Rudini, sementara wakilnya dijabat oleh Letnan Jenderal Try Sutrisno. Perusahaan PT ITCI juga Sejumlah lahan di dua kabupaten calon ibu kota negara dikuasai PT ITCI Kartika Utama. Perusahaan ini dulu dikelola AD, dan sekarang dimiliki Hashim Djojohadikusumo adik dari Prabowo Subianto. (Sumber : Tirto).

Memasuki tahun 2000-an, karena terus merugi PT. ITCI Kartika Utama merumahkan banyak karyawannya. Perusahaan yang kini dimiliki oleh Hashim Djojohadikusumo ini menguasai mayoritas lahan di Kabupaten Penajam Paser Utara. Total lahannya mencapai 173.395 hektare yang membentang dari Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, hingga Kutai Barat. (Sumber:JATAM).

Sejak adanya perusahaan PT ITCI, masyarakat adat Dayak Balik yang bertani dengan sistem nugal kemudian dilarang membakar hutan sembarangan bahkan bisa dipidanakan, tahun 2010 masyakarat disitu pernah dipidanakan di Polsek setempat. Selain masalah itu, lahan masyarakat banyak tumpang tindih lahan HGU terutama lahan yang tiba-tiba dicaplok oleh pihak perusahaan, perusahaan mengklaim lahan padahal dari sejarah nya masyakarat adat Dayak Balik lebih dulu bertempat tinggal dibandingkan perusahaan tersebut. Konflik agraria tersebut masih terus terjadi hingga saat ini. Belum lagi sangat langka nya kebutuhan air untuk konsumsi masyarakat serta masih minimnya infrastruktur jalanan yang masih banyak rusak.

Selanjutnya, Richardo menambahkan mengenai dampak IKN, sejauh ini pemerintah belum melakukan berdialog secara langsung dengan masyarakat dan tidak pernah menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, masyarakat sangat berharap adanya ruang musyawarah agar nantinya mereka tidak diabaikan mengenai hak atas tanah warisan leluhur, kebudayaan adat istiadat tidak tergeser serta berharap banyak agar mereka dibina dan dibimbing oleh pemerintah Pusat maupun Daerah jika kedepannya menjadi IKN serta dari segi SDM pun masyarakat bisa siapkan sejak dini jika tidak kedepan akan mengalami persaingan.

“Kami mendesak agar pemerintah segera menjalankan kewajibannya dengan jalankan Reforma Agraria UU PA Nomor 5 tahun 1960, jalankan Tri Sakti Bung Karno yakni berdikari secara bidang ekonomi, dan jalankan pasal UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 tentang bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,”tutupnya dengan tegas. (Red)

kpukukarads