CPRS Indikasi Kecurangan Disejumlah RS Di Samarinda

SAMARINDA – Implementasi Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Samarinda masih jauh dari harapan. Padahal program nasional ini punya misi mulia. Benang kusut program JKN ini, mencuat ketika Center For Regional Policy Study (CRPS) bekerjasama dengan Indonesian Coruption Watch (ICW) mengelar riset sejak Maret hingga Agustus lalu. Temuannya cukup mengkagetkan, ada 7  indikasi fraud (kecurangan) dari 11 temuan yang lazim terjadi. Itu rata-rata dilakukan oleh pihak rumah sakit. Demikian disampaikan Divisi Kajian dan Investigasi, CPRS, Eky Dwirabsodi , kemarin  dalam konferensi pers (11/9/17) di sebuah kedai Jalan Pahlawan.

Eky sapaan akrabnya menegaskan, temuan itu dilakukan dari hasil pengamatan langsung dilapangan dari dua rumah sakit swasta dan 1 rumah sakit daerah. Temuan itu diantaranya, pembatasan masa rawat inap sehingga pasien di minta untuk pulang. Meskipun kondisi pasien tersebut belum sehat. Pihak rumah sakit beralasan bahwa jatah rawat inap yang ditanggung BPJS 4-5 hari, sementara BPJS itu menangung sampai pasien sembuh.  “Kalau mau lebih, ya bayar sendiri,” tutur Eky.

dprdsmd ads

Selain pembatasan rawat inap, pasien juga sering mendapat penolakan dari pihak rumah sakit jika tidak  terdaftar sebagai pengguna Peserta Bantuan Iuran (PBI) sementara mereka memiliki kartunya. Kemudian juga biaya yang sebenarnya menjadi tanggungan BPJS kadang dibebankan kepada pasien, misalnya biaya infus, dengan asumsi itu  tidak di tanggung oleh BPJS, selain itu ada pula pasien yang diberikan obat dan mau di operasi sementara  pasien/dokter tidak mengetahui penyakitnya di mulai dari (Fasilitas Kesehatan) Faskes pertama sampai di rawat di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). “Itu semua modus dalam indikasi kecurangan,” tegasnya.

Sementara  temuan lainnya lagi, di akui Eky. Pihak rumah sakit terkadang menutup informasi tentang masa pengurusan BPJS (3×24 jam) selama masa rawat inap, bahkan ada juga pembayaran denda tunggakan iuran pada saat pelunasan sedangkan pasien masih dalam masa perwatan. ‘’Hal seperti itu terdapat 1-3 temuan selama 6 bulan pengamatan dilapangan.” Tandas nya.

Tidak hanya itu, CRPS juga memaparkan hasil keterangan dari Dinas Sosial. Masih banyak peserta tergolong mampu  tidak melapor sehingga masih terdaftar sebagai PBI bahkan ada pula warga memalsukan identitas agar terdaftar sebagai Peserta Bantuan Iuran (PBI).

Di akuinya Eky semua modus bisa terjadi disemua sektor, karena kecurangan JKN adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja bisa oleh peserta BPJS, petugas BPJS kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan finansial. ‘’Tutupnya. (FRAN)