SAMARINDA- Konflik berkepanjangan antara warga Dusun Muara Kate, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, dan aktivitas tambang batu bara kembali menelan korban. Insiden kekerasan pada Jumat (15/11) yang menewaskan Rusel (60) dan melukai Anson (55) menjadi puncak keresahan masyarakat setempat terhadap dampak negatif aktivitas tambang di wilayah mereka.
Peristiwa tragis ini terjadi di Pos Penjagaan Hauling Batubara, sebuah fasilitas yang dibangun warga sebagai bentuk protes terhadap penggunaan jalan umum untuk pengangkutan batu bara. Ketegangan meningkat setelah berbagai aksi protes warga tak membuahkan hasil.
Menurut warga, akar persoalan ini sudah lama muncul sejak perusahaan tambang mulai menggunakan jalan umum untuk aktivitas mereka. Keadaan semakin memanas setelah insiden kecelakaan fatal yang menewaskan Pendeta Veronika Fitriani pada 26 Oktober 2024.
Kekhawatiran masyarakat terhadap ancaman keselamatan juga sudah disuarakan melalui aksi blokade pada Desember 2023. Namun, tidak ada tindak lanjut serius dari perusahaan maupun pemerintah daerah.
Buntut dari peristiwa itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kaltim, Senin (18/11/2024). Demonstrasi ini digelar sebagai bentuk solidaritas terhadap korban insiden kekerasan di Dusun Muara Kate
Dede Wahyudi, Kepala Biro Politik Kebijakan dan Advokasi Hukum Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kaltim, menilai pemerintah daerah lamban menangani permasalahan ini.
“Kasus di Paser ini adalah potret buruk tata kelola tambang di Kalimantan Timur. Hak masyarakat adat atas lingkungan yang aman diabaikan, bahkan setelah adanya korban jiwa,” tegas Dede.
Pemerintah dan aparat keamanan juga disoroti karena dinilai gagal melakukan tindakan pencegahan, “Negara Seharusnya hadir untuk melindungi hak konstitusional masyarakat. Namun, yang kami lihat justru pemerintah cuci tangan dan saling melempar tanggung jawab.” Tambahnya
Warga Paser kini berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan konflik yang terus merugikan mereka. Selain menuntut penghentian aktivitas tambang, warga juga meminta jaminan keselamatan di wilayah mereka.
Keresahan warga ini menambah panjang daftar konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang di Kalimantan Timur, sekaligus menjadi ujian besar bagi pemerintah untuk menegakkan keadilan dan melindungi masyarakatnya.
(*)