Kutai Kartanegara – Cita-cita pemerintahan Jokowi untuk membuat negeri ini kaya pangan, tak serupa dengan kenyataan. Acap kali lahan pertanian di berbagai daerah hancur di gerus industri pertambangan yang jadi komoditas prioritas.
Nyata, di Kutai Kartanegara kabupaten dengan konsesi pertambangan terbanyak di Kaltim. Rincian 625 IUP di Kutai Kartanegara adalah IUP Eksplorasi sebanyak 194 izin yang terdiri dari 112 IUP diakhiri (izinnya berakhir), terdiri 44 IUP berstatus clear and clen (CnC) dan 73 non-CnC.
- Baca Juga : 43 KK Warga Kukar, Mengadu Ke DPRD Provinsi
Besar nya jumlah konsesi di kabupaten ini, jelas mengancam keberlangsungan hidup dan lingkungan disana.
Seperti yang di alami warga RT 06 Dusun Tudungan, Desa Jembayan Tengah, kecamatan loakulu. 57 kepala keluarga bertahan hidup di lingkungan yang tercemari limbah perusahaan tambang, yang hanya berjarak 10 meter dari pemukiman.
Warga yang bermukim sejak tahun 1982 ini, membangun ekonomi nya dengan cara bercocok tanam. 5 hingga 6 ton hasil pertanian padi sawah yang mereka hasilkan per hektar nya.
Pertanian mereka yang subur ini tumbuh dengan semangat memperbaiki perekonomian warga. Walaupun sebagai warga negara pemukiman mereka belum teraliri listrik hingga saat ini.
- Baca Juga : Teodora : Penihing Desa Korban Tambang
Harapan untuk terus mengembangkan pertanian mereka sirna. Hal ini dimulai dari hadirnya perusahaan tambang PT.MPAS (Mahakam Prima Akbar Sejati) sejak tahun 2013. “Banjir lumpur akibat limbah perusahaan ini merusak tanah dan tanaman kami” ujar Wahid ketua RT 06.
Penderitaan warga tak henti hingga di situ, aliran sungai yang biasa di gunakan untuk irigasi pertanian dan kebutuhan rumah tangga tercemari limbah tambang yang di buang ke Ulu sungai warga.
3 perusahan berskala besar berdiri mengepung warga, antara lain; PT. MHU (Multi Harapan Utama ), PT. MPAS (Mahakam Prima Akbar Sejati ), dan PT. MPP (Mega Prima Persada).
- Baca juga : AMPK ingatkan pemimpin Kaltim Jaga Karst
“Air ini dulu menjadi sumber hidup utama warga kami, tapi saat ini sudah tidak bisa kami gunakan, untuk mandi saja udah gak bisa” tandas Mulyadi warga tudungan. Sumber air ini dulu nya di gunakan untuk mencuci, masak dan mandi.
Pencemaran air ini menyebabkan sebagian besar warga terjangkit penyakit Hepatitis B. Hal ini di ketahui saat warga melakukan uji medis ketika hendak melamar kerja.
“Kami kaget di kasih tau hasil medis kami ternyata Hepatitis B, sekarang untuk mendapat air bersih kami harus beli 6000 rupiah per jurigen 20 liter. Itu kami gunakan hanya untuk masak. Mandi saja 3 kali sehari” pungkas Wahid.
Semenjak pencemaran ini, ekonomi warga merosot jauh dari sebelum, hasil panen hanya sanggup 1 ton per hektar nya, lahan yang rusak membuat sebagian warga mengangur. (Arm)