Membudayakan Karakter Mandiri Dengan Keterampilan Hidup Pada Siswa Berkebutuhan Khusus
Oleh : ANISSAA ALHAQQOH DARWIS
*Penulis adalah guru SLB Negeri Bontang.
“Apakah anak saya bisa? Mampukah anak saya? Bagaimana ia mengikuti pelajaran? Bisakah ia saya tinggal?” Biasanya pertanyaan semacam ini cukup dijawab dengan senyum, pertanda maklum. Pertanyaan unik yang diberikan oleh para orang tua ketika mendaftarkan anaknya di sekolah khusus tempat saya bekerja. Mengapa unik? Karena terkesan orang tua tidak mempercayai kemampuan anaknya sendiri. Betulkah?
Sebenarnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul lebih kepada kekuatiran karena biasanya orang tua akan bersikap lebih protektif terhadap anak berkebutuhan khusus. Dalam kondisi ini, orang tua masih belum tega “melepas” anak dengan keterbatasannya.
Di rumah, orang tua melakukan semua peran sehingga anak tidak mempunyai kesempatan untuk belajar mandiri menyelesaikan sebuah tanggung jawab. Ketika anak ingin makan, maka ibu akan segera menyediakannya dan dengan rela menyuapkannya.
Tiba saatnya anak memperlihatkan “alarm” untuk buang air kecil atau buang air besar, ayah akan segera membuka pakaian dan membawanya ke toilet. Anak tidak bisa memasang kancing baju, ibu segera datang membantu.
Anak tidak dapat menyelesaikan tugas sekolah, ayah bersedia menyelesaikannya. Sehingga anak kurang mendapat kesempatan untuk belajar. Maka bukan hal yang salah jika anak menjadi manja dan tidak mandiri. Dan ketidak mandirian ini menjadi sumber kekuatiran orang tua dimanapun ia berada.
Disinilah letak peran guru sebagai orang yang berkenaan langsung dengan pendidikan siswa berkebutuhan khusus di sekolah. Upaya pendidikan yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus ini terutama bertujuan untuk membina dan melatih keterampilan hidup supaya siswa bisa mandiri.
Dalam pembinaan tersebut terjadi proses pembiasaan di berbagai aspek kehidupan sehingga terbentuklah budaya mandiri. Di SLB Negeri Bontang, ketrampilan hidup yang dilaksanakan dalam kegiatan untuk membudayakan karakter kemandirian tersebut adalah sebagai berikut :
#1 Memahami dan menghargai Diri. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang, keterampilan ini berada di urutan pertama yang diberikan karena akan sulit bagi guru membantu siswa jika mereka tidak memahami dan menghargai dirinya sendiri.
Pada tahap dasar, pemahaman dan menghargai diri diinterpretasi dengan pengenalannya terhadap diri sendiri. Siswa dibiasakan menjawab pertanyaan seputar dirinya. Misalnya, dapat menyebutkan nama atau bereaksi bila namanya dipanggil. Pembiasaan untuk menyatakan keinginan secara verbal maupun non verbal; mau dan tidak mau, suka dan tidak suka, dan sebagainya.
Pada tahap berikutnya, diarahkan untuk memiliki cita-cita, tidak suka mengeluh, sanggup menolak, dapat memilih teman yang sesuai, bertanggung jawab, dapat mengambil keputusan dan melakukan aktivitas olahraga sesuai kemampuannya.
#2 Merawat Diri. Merupakan bagian dari upaya bertahan hidup selain itu sebagai indikator kesehatan mental. Tahap dasar, siswa dilatih untuk menguasai keterampilan memahami reaksi dan tanda-tanda dari dalam tubuhnya. Misalnya, akan buang air kecil atau besar, gerah, lelah, kesakitan.
Kemudian siswa dapat membersihkan diri sendiri dan membuka-mengenakan pakaian secara mandiri. Pada tahap lanjutan, siswa dibiasakan untuk menjaga kebersihan dan kerapian barang-barang pribadi. Misalnya, membersihkan dan merapikan peralatan belajarnya secara mandiri, mencuci peralatan makan sendiri, dan sebagainya. Disamping itu, menumbuhkan kesadaran tentang kesehatan dirinya dan sanggup menerima ataupun menolak tawaran yang berpotensi mengganggu kesehatannya. Menumbuhkan kepedulian untuk menjaga kesesuaian aktivitas tubuh.
#3 Menyelamatkan diri. Pada tahap dasar, keterampilan yang diberikan adalah dapat membedakan panas dengan dingin sehingga ia dapat menghindari benda panas (termasuk api). Memberikan pemahaman kepada siswa untuk menghindarkan dirinya dari bahaya, misalnya, siswa tidak asal melompat karena mengerti bahwa ia dapat terluka.
Pembiasaan agar siswa memperhatikan jalan saat sedang berjalan supaya tidak tersandung atau tertabrak. Siswa juga dibiasakan melatih keseimbangan tubuh sehingga tidak mudah terjatuh. Pada tahap lanjutan, siswa di arahkan untuk semakin terampil terhadap penguasaan tingkat dasar sehingga memiliki kepekaan terhadap apa yang mungkin ia hadapi, jadi ia dapat melakukan tindakan antisipatif. Memiliki kepekaan terhadap resiko kecelakaan serta sanggup melakukan tindakan untuk menyelamatkan diri. Siswa di arahkan untuk dapat waspada terhadap resiko bahaya dalam aktivitas yang dilakukan agar dapat bertindak hati-hati dan bereaksi dengan cepat ketika situasi bahaya betul-betul terjadi.
#4 Menghadapi perubahan. Sebagian besar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sangat sulit menghadapi perubahan, hal-hal yang telah rutin tidak dapat diubah begitu saja. Pada tahap dasar, siswa membutuhkan pembiasaan yang cukup intens dalam waktu relatif lama supaya mereka dapat menerima perubahan tersebut. Melalui pembiasaan tersebut diharapkan siswa mampu beradaptasi dalam situasi atau lingkungan yang baru sehingga ia dapat menampilkan perilaku aslinya.
Pada tahap lanjutan, siswa dilatih untuk mencermati situasi baru untuk memperoleh informasi. Sehingga ia dapat menyesuaikan diri, merasa nyaman dan tidak gelisah dengan situasi yang baru.
#5 Menjalin Relasi Sosial. Pada tahap dasar, siswa dipersiapkan untuk menghadapi sebuah situasi tanpa berusaha menghindar, tetapi ia boleh pasif menunggu orang lain memulai interaksi. Pada tahap lanjutan, siswa dibiasakan untuk peduli terhadap kepentingan orang lain dan sanggup bersepakat agar tidak saling mengganggu.
#6 Belajar. Kepada semua siswa ditanamkan sebuah pemahaman bahwa terdapat perbedaan yang lebih baik antara seseorang yang belajar dengan yang tidak belajar. Pada tahap dasar, siswa dipersiapkan untuk menunjukkan hal-hal yang baru ia kuasai. Misalnya, siswa diberikan tugas mandiri (bukan kelompok) yang dikerjakan dirumah.
Pada kegiatan ini, diharapkan terjalin kolaborasi antara guru dengan keluarga (terutama orang tua). Dengan demikian, kemampuan siswa dapat terpantau. Pada tahap lanjutan, siswa dilatih untuk memiliki kesiapan menerima informasi baru dan mencoba sesuatu yang baru, serta sanggup mengembangkan dan memberdayakan diri.
#7 Memanfaatkan Pengetahuan. Pada tahap dasar, siswa dibiasakan untuk menerapkan pengetahuan yang diperolehnya dalam aktivitas sehari-hari. Siswa berkebutuhan khusus memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang selalu disesuaikan dengan kemampuannya. Kepada siswa diberikan pengetahuan baru tentang cara yang benar memasang sepatu, maka diharapkan siswa akan terbiasa memasang sepatu secara mandiri dengan memanfaatkan ilmu yang diperolehnya. Pada tahap lanjutan, siswa dibiasakan untuk memiliki pemikiran positif tentang semua pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya di sekolah. Pada tahap ini, guru berupaya membangkitkan kesadaran tentang potensi yang dimilikinya. Di SLB Negeri, siswa diberikan kesempatan memilih kemudian mengikuti kegiatan pengembangan diri yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Diharapkan melalui kegiatan pengembangan diri yang dimilikinya, siswa mampu berprestasi.
#8 Membuat Keputusan dan Menyelesaikan Masalah. Pada tahap dasar, siswa dilatih untuk dapat menyatakan keinginan dan berusaha untuk mencapai keinginan tersebut. Guru bekerjasama dengan orang tua untuk membangun pola komunikasi yang mendukung. Bila siswa belum lancar berkomunikasi maka dibantu dengan simbol-simbol audio, visual ataupun gerak, sehingga dapat dimengerti siswa. Pada tahap lanjutan, siswa dibiasakan untuk menjalin komunikasi yang baik sehingga keputusan yang diambil benar-benar dapat menyelesaikan masalah.
#9 Berkarya. Berkarya merupakan keterampilan tertinggi dalam kehidupan. Dalam jangka panjang, berkarya dimaknai sebagai upaya mencari nafkah. Siswa berkebutuhan khusus juga memerlukan keterampilan ini supaya dapat hidup mandiri sehingga tidak menjadi beban bagi orang lain. Disekolah, baik pada tahap dasar maupun tahap lanjutan, siswa dibekali dengan beragam aktivitas pekerjaan yang dapat digunakan sebagai sumber penghasilan.
Pembaca, karakter mandiri tidak dapat terbentuk begitu saja, apalagi pada siswa berkebutuhan khusus. Perlu latihan yang dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi kebiasaan. Apabila siswa sudah terbiasa mandiri maka ia akan dapat menyelesaikan tugas-tugas hidupnya, tanpa selalu bergantung kepada orang lain. Dan orang tua memegang peranan penting sebagai sumber dukungan mental-spiritual bagi anak ketika ia mengalami masalah di sekolah. Dukungan yang diberikan hendaklah bersumber dari pemikiran bahwa sekolah hanyalah sebuah awalan, bukan hasil akhir. Kemampuan anak dengan dukungan orang tua dalam menyelesaikan masalah tersebut, akan menjadikannya generasi yang bermental kuat.
By the way, keberhasilan pendidikan tidak akan dapat dicapai tanpa dukungan dari semua pihak, terutama orang tua. Karena, seorang Maradona tidak dapat menjadi pemain yang hebat tanpa sepuluh pemain lainnya. Demikianlah, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembentukan karakter anak bangsa. (And/Kub)