BONTANG – Meningkatnya angka penularan Covid-19 membuat pemerintah kota Bontang harus mengambil sikap tegas.
Penutupan objek wisata menjadi tindakan tanggap darurat yang diputuskan pemkot Bontang. Salah satunya objek wisata adalah Pulau Beras Basah.
Melalui Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Dispopar), Dalam surat edarannya yang bernomor 556/324/Dispopar/4 tentang penutupan objek wisata dan fasilitas olahraga. Dengan batas waktu yang belum ditentukan.
Kepala Dispopar Kota Bontang, Bambang Cipto Mulyono mengatakan berdasarkan pantauan masih banyak anak anak usia dibawah umur diajak berwisata oleh orang tuanya, mereka tidak menjaga jarak dan tidak memakai masker.
“Kebanyakan diantara mereka ini suka bergerombol, sementara ada anjuran physical distance,” kata Bambang, pada Selasa (18/8/20).
Penjagaan pintu keluar menuju Pulau Beras Basah sebenarnya sudah diterapkan oleh Dispopar, meliputi Pelabuhan Tanjung Laut Indah, tapi sayangnya akses menuju ke pulau tersebut bisa ditempuh dari beberapa pintu penyeberangan lainya. Seperti, Bontang Kuala, Tanjung Limau, Berbas Pantau, Berbas Tengah, Sekambing hingga Pelabuhan Loktuan.
“Sudah ada petugas di lokasi, tapi jumlahnya tidak banyak. Intinya bergantung kepada kesadaran masing-masing,” terangnya.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua Asosiasi Kapal Penyeberangan Beras Basah, Abdul Ganing, berharap agar pemerintah, selain memperhatikan penyebaran Covid-19, juga dapat memperhatikan nasibnya dan anggotanya.
“Dengan adanya penutupan ini, ya seharusnya pemerintah memperhatikan yang terkena dampak ini. Karena memang penghasilannya dari beras basah aja,” ujar Ganing sapaannya, di Tempat Penyebrangan Laut, Tanjung Laut.
Ganing juga menyampaikan bahwa pihaknya kehilangan pendapatan sampai hampir 8 Juta, karena kebijakan pemerintah tersebut.
“Kalau saya hitung-hitung itu, ada lah 8 juta. Itu masih kotor, kalau bersihnya taruhlah 5 juta setiap kapal,” terangnya.
Namun dirinya juga tak berharap banyak, karena waktu permasalahan penutupan Beras Basah pada tahun lalu, pihaknya tak dapat solusi apapun dari perwakilan dewan yang duduk di DPRD Bontang.
Sehingga, menurut pria asal Makassar ini, kecil harapan ketika mengharapkan solusi dari pihak pemerintah untuk dapat menyelesaikan masalah yang pihaknya hadapi saat ini.
“Kalau kita obrolkan ke dewan ini, sebenarnya ngak ada juga artinya. Pernah kita dulu sampai ke kantor dewan, ternyata dewan yang ada di tanjung laut ini nggak ada yang tinggal (di tempat),” ungkap pria berusia 46 tahun ini.
“Semua nggak ada keliatan waktu beras basah mau di tutup dulunya. Kalau kita ke dewan, percuma aja sepertinya,” pungkasnya.
(Esc)