SAMARINDA – Air mata ibu itu tak terbendung ketika dia berdiri bersama delapan tersangka lainya dipelataran kantor Polresta Samarinda, Rabu 4 Agustus 2021.
Siang itu Polres Samarinda sedang menggelar Press Konferens, pengungkapan komplotan pemalsuan kartu vaksin dan surat hasil swab PCR. Perempuan berbadan tegap itu satu dari sembilan tersangka, kini sudah ditahan Polresta Samarinda.
Perempuan itu bernama Hoiriyah, nasib malang dialami ibu rumah tangga (IRT) ini dengan sangkaan menggunakan kartu vaksin dan surat hasil swab PCR palsu.
Hoiriyah bercerita duduk perkara hingga terseret dalam kasus tersebut. Kamis 29 Juli lalu, akan bertolak ke Surabaya menghadiri pernikahan anaknya. Saat itu, kartu vaksin dan surat hasil swab PCR jadi syarat dalam perjalanan.
“Saya sudah cari kemana-mana, tapi tidak dapat. Terus ada yang nawarin. Saya tidak tahu kalau palsu, kalau tau mungkin saya tidak ke bandara. Saya mau berangkat karena anak saya mau menikah,”katanya dengan sendu saat dikonfirmasi.
Terbongkarnya Komplotan Pemalsuan Kartu Vaksin Dan PCR
Bermula dari Hoyriah, kompolotan pemalsuan kartu vaksin dan surat hasil PCR di kota Tepian ini, terbongkar.
Saat perempuan itu mau bertolak ke Surabaya hadiri pernikahan anaknya, syarat perjalanan diperiksa kala tiba di bandara APT Pranoto, ditemukan kartu vaksin dan PCR yang dia bawa tidak terdaftar dalam aplikasi alias palsu.
Dari temuan itu kemudian pihak bandara melaporkan pada Polresta Samarinda, lalu dilakukan proses penyelidikan, pendalaman adanya perbuatan yang dianggap melawan hukum yang di maksud.
“Saat dilakukan pendalaman lalu dilakukan proses pengungkapan dan berhasil mengungkap 9 orang tersangka,”kata Wakapolres Samarinda, AKBP Eko Budiarto.
Nampaknya HO jadi satu dari sekian orang yang menggunakan kartu palsu. Setidaknya ada 7 kartu vaksin yang jadi alat bukti kepolisian
Dijelaskan Eko, jika pelaku perjalanan miliki modus yang beragam. Ada untuk kebutuhan pribadi, ada juga karena kebutuhan mendesak seperti untuk istrinya yang melahirkan, ada juga untuk berobat. Bahkan ada untuk kepentingan foya-foya.
“Yang jelas pelaku perjalanan untuk keluar kota. Dia belum pernah vaksin juga belum di swab PCR,”punkas AKBP Eko Budiarto.
Cara Kerja Pelaku Pemalsuan Kartu
Eko Budiarto mengungkapkan, dari delapan pelaku peranya beragam, ada yang bertindak menggadakan kartu vaksin ada juga yang gandakan PCR. Sebagian diantaranya bertindak mengumpulkan orang atau masyarakat yang melakukan perjalanan atau bepergian.
Sementara otak dari pemalsuan surat vaksin dan PCR itu dua orang. Pegawai swasta dan Aparatur Sipil Negara (ASN).
AKBP Eko Budiarto mengatakan bahwa seorang tersangka inisial SR merupakan PNS salah satu Puskesmas di Samarinda. Pelaku itu dalang utama asal format kartu vaksin. Mengambil 1 lembar kartu vaksin. Lalu digandakan sebanyak 40 lembar.
“Jadi pelaku ini mengambil kartu vaksin tanpa sepengetahuan pihak puskesmas lalu langsung digandakan,” ungkapnya.
Kartu Vaksin palsu ini dijual dengan harga berlipat setiap berpindah tangan ke pelaku lainnya.
Ditangan SR, kartu vaksinasi tersebut dijual dengan harga Rp 100 ribu per lembar. Tugasnya selesai, kartu vaksin berpindah tangan pada RW. Juga terlibat dalam pengadaan dan penjualan kartu vaksin. Dari hasil penjualan keduanya sebanyak Rp 4.650.000.
Kartu vaksin ini masih bergulir, dari kedua tersangka tersebut diberikan kepada YA. Dia kembali menjualnya harga Rp 200 ribu per lembar. Dia berhasil menjual 28 kartu vaksin tersebut. Dengan demikian YA menerima uang sebesar Rp. 5.600.000.
Belum selesai, YA kemudian menjual kembali 10 lembar kartu vaksin yang dibeli TH. TH menjualnya kembali Rp250 ribu per lembar.
Dari TH barulah kartu vaksin dan surat PCR palsu sampai ke tangan pelaku perjalan, salah satunya HO yang diamankan di Bandara APT Pranoto.
Uang yang dikeluarkan HO untuk memperoleh dokumen palsu dan tiket perjalanan sebesar Rp. 2.850.000. Uang tersebut terdiri dari 1 kartu vaksin palsu seharga Rp. 650 ribu, 1 surat PCR palsu seharga Rp. 1.200.000 dan satu tiket pesawat tujuan Surabaya seharga Rp 1.000.000.
“Akibat aksinya ini pelaku dikenai Pasal 263 ayat 1 dan 2 subsider 268 ayat 1 dan 2 KUHP, dengan ancaman pidana penjara 5 tahun,” pungkas AKBP Eko. (Fran)