Kabid SDA di PUPR Samarinda Nilai Persoalan Banjir Dikarenakan Drainase Tak Memadai

Potret Banjir di Kota Tepian. (Foto: Lisa/ beri.id)

BERI.ID – Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda, Hendra Kusuma, menegaskan bahwa banjir yang terus berulang bukan sekadar disebabkan curah hujan yang tinggi, melainkan karena persoalan drainase perkotaan yang sudah tidak memadai.

PUPR Samarinda mencatat sedikitnya 11 kawasan terdampak, termasuk Jalan DI Panjaitan, Gunung Kapur, Wahid Hasyim 2, Juanda, Sentosa Dalam, dan Loa Janan Ilir.

Untuk itu ia menyampaikan, sebagian besar saluran di Kota Tepian menyempit, penuh endapan lumpur, dan tersumbat sampah rumah tangga. Sementara itu, ketika Sungai Mahakam pasang, aliran dari hulu menuju sungai tertahan.

“Kombinasi itu membuat air meluap ke jalan dan permukiman,” terang Hendra saat dihubungi, Selasa (1/7/2025).

Ia menyebut situasi ini sebagai “bom waktu” yang selama bertahun-tahun tak ditangani secara menyeluruh. Menurutnya, kota ini butuh pendekatan yang tidak hanya teknis, tapi juga sistemik dan berbasis kesadaran warga terhadap lingkungan.

Untuk jangka pendek, Dinas PUPR mulai melakukan normalisasi saluran drainase di titik-titik prioritas.

Upaya itu dilakukan melalui pengangkatan sedimen, pengerukan, serta pembersihan sampah yang menyumbat jalur air. Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan mulai proses peningkatan kapasitas saluran di beberapa kawasan rawan banjir.

“Selain pemeliharaan drainase rutin, kami juga akan fokus ke penguatan kolam retensi dan normalisasi sungai yang masuk dalam kewenangan kota. Tapi semua ini akan sia-sia kalau aliran hulu terus rusak karena alih fungsi lahan,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa menjaga daerah tangkapan air atau hulu menjadi kunci utama dalam pengendalian banjir.

Jika daerah hulu dibabat untuk keperluan non-lingkungan seperti permukiman ilegal atau pertambangan, maka daerah hilir seperti Samarinda akan terus menerima limpahan air berlebih.

“Kalau hulunya rusak, hilir pasti jadi korban. Sekuat apa pun sistem drainase, tidak akan mampu menampung debit air jika curah hujan tinggi dan vegetasi penyerap air di hulu terus hilang,” tegas Hendra.

Ia berharap, ke depan penanganan banjir di Samarinda tidak hanya menjadi proyek tahunan, tetapi masuk dalam rencana besar tata ruang dan lingkungan yang berkelanjutan. Sebab, banjir bukan hanya merusak infrastruktur, tetapi juga menghantam kualitas hidup warga kota. (lis)